Jakarta – Tahun ini Polri genap berusia 75 Tahun dan 1 juli selalu di peringati sebagai hari HUT Bhayangkara, selama itu pula, terlahir polisi-polisi berprestasi yang gerak langkahnya tertuju untuk mengabdi pada masyarakat. Salah satu bhayangkara yang memantapkan niatnya untuk hal itu adalah AKP Edy Suprayitno.
Nama Edy Suprayitno sudah sering berlalu lalang di berbagai pemberitaan, tidak hanya di pemberitaan kriminal, tetapi juga infotainment.
Edy merupakan salah satu polisi yang kerap melakukan penindakan terhadap figur publik, khususnya golongan artis. Penangkapan artis-artis tersebut sebagian besar digelutinya ketika bergabung dalam Tim Satuan Narkoba Polres Metro Jakarta Selatan.
Meski banyak tangkapannya berasal dari kalangan artis, Edy mengaku bahwa dia dan tim tidak pernah menargetkan artis.
“Kami tidak pernah berfokus menargetkan pada artis. Semuanya itu di luar dugaan. Semuanya berawal dari informasi masyarakat yang kemudian dikembangkan. Barulah kemudian mengarah ke kalangan tersebut,” jelas Edy saat dihubungi, Jumat (2/7/2021).
Bagi Kapolsek Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, itu, pengalamannya terjun melawan penyalahgunaan narkotika merupakan hal yang spesial. Sebab, baginya, orang yang ia amankan bukan melulu seorang kriminal, melainkan seorang yang harus dirangkul.
“Mereka adalah orang-orang yang harus diperhatikan dan disembuhkan dari kecanduan. Jangan justru ditangkap, tapi tidak diberi arahan,” kata dia.
Meski proses hukum tetap berjalan, baginya, para pengguna narkoba adalah orang-orang yang perlu diarahkan dan dituntun keluar dari lingkaran gelap itu.
“Saya mempunyai keyakinan, mereka memakai barang haram itu bukan karena kehendak sendiri, tetapi karena terjebak di pergaulan dan lingkungan yang salah, ” jelas dia.
Oleh karena itu, ia enggan menyebut kegiatan tersebut sebagai penangkapan, melainkan penyadaran.
“Kami tujuannya baik, ingin menyadarkan mereka. Apalagi pada mereka figur publik, mereka harus benar-benar disadarkan agar tidak mengulangi lagi. Sebab, mereka ini panutan masyarakat, ” kata dia.
Baca juga : Kapolri Instruksikan Kapolda Buat Kampung Tangguh Narkoba
“Ndan (Komandan), ini ternyata rumah artis idola itu!”
Bagai suara geledek yang memekik telinga, ucapan dari salah satu pasukannya pada hari itu menggema di seisi mobil.
Pria kelahiran 10 Agustus 1977 ini tidak pernah menyangka bahwa penangkapan pengedar narkoba sebelumnya akan membawanya ke rumah salah satu artis idolanya.
“Kaget saya, awalnya tidak tahu. Setelah selesai dan masuk mobil, ada yang bilang kalau itu dia, salah satu idola saya,” kenang Edy mengisahkan salah satu kasus saat itu.
Ia tidak pernah menduga bahwa seseorang yang baru saja ditangkap beberapa menit sebelumnya, ketika selagi tidur, adalah artis idolanya.
Kejadian hari itu seperti dejavu baginya. Karena sudah kesekian kalinya, Edy mendapati idolanya terpaksa diborgol karena terjerat kasus narkoba. Borgol itu dipasangkan oleh timnya sendiri.
Sebelumnya, ada beberapa artis yang Edy idolakan juga bernasib serupa. Sebagai seorang penggemar, ia mengaku kecewa dengan perilaku idolanya tersebut.
“Sejujurnya, saya sangat kecewa sekali. Kecewa sebagai fans, juga sebagai seorang penegak hukum,” kenangnya.
Meski demikian, keadaan tersebut tidak menjadikannya mati rasa terhadap karya-karya sang idola.
“Justru setelah kejadian seperti itu, kami jadi akrab dan berteman baik sampai sekarang. Mereka bahkan bilang terima kasih karena sudah menyadarkan. Bahkan, saya juga suka diberikan tiket konser,” ungkapnya.
Gigih sejak muda
Kegigihan Edy dalam mengungkap berbagai kasus merupakan sebuah kebiasaan yang telah ia pupuk sejak masa muda.
Edy berasal dari keluarga sederhana. Lahir di Cepu, Jawa Tengah, dan besar di Jakarta, membuatnya lebih paham dengan pentingnya bekerja keras untuk bertahan di Ibu Kota.
Selepas SMA, Edy berhasil bergabung dengan Sekolah Bintara Prajurit Karier (Seba PK) Polri pada tahun 1996. Meski telah mencapai salah satu mimpi yang diraihnya dengan susah payah, Edy muda masih ingin mengejar impiannya yang lain, yaitu kuliah.
Sambil berdinas, Edy akhirnya memutuskan mengikuti kegiatan perkuliahan jurusan Ilmu Hukum. Keputusan Edy ini terhitung nekat karena saat itu ia belum meminta izin dari para atasan.
Sempat berkuliah diam-diam selama delapan bulan, akhirnya kegiatan sembunyi-sembunyi itu diketahui para atasan.
“Karena saya yang pertama kuliah di angkatan saya, alhasil, selepas apel setiap Jumat, saya dihukum dengan menjelaskan materi-materi kuliah saya kepada rekan-rekan,” kenang Edy.
Perjuangan Edy tidak berakhir di situ. Saat itu, Edy muda juga harus memutar otak untuk membiaya perkuliahannya. Ia kemudian mulai mencari pemasukan dari berbagai jenis pekerjaan.
“Saya pernah bekerja yang kerjaannya itu buka tutup pintu gerbang, mencucikan mobil. Benar-benar dari nol,” kenang dia.
Tidak hanya dari bawah, Edy juga pernah bekerja di tempat yang membanggakan baginya. Ia pernah menjadi pengawal Presiden BJ Habibie. Bahkan, dilihat dari usia, ia merupakan pengawal paling muda dalam tim keamanan saat itu.
Perjuangan Edy tidak sia-sia. Kehausannya terhadap pendidikan terbalas sudah. Tidak hanya gelar sarjana ia khatamkan, tetapi kini juga menyandang gelar doktor di bidang ilmu hukum yang didapatkannya pada Januari 2020.
Baca juga: Profil Kapolda Metro Jaya, Sukses Inisiasi Program Kampung Tangguh hingga Diboyong ke Jakarta