Jakarta – Cemara Institute memberikan apresiasi kepada Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Inspektur Jenderal Polisi Agus Suryonugroho, atas transparansi dan keberhasilannya dalam menguatkan sistem Tilang Elektronik (ETLE). Institusi ini menilai transformasi digital dalam penegakan hukum lalu lintas tersebut telah meningkatkan ketertiban berkendara sekaligus mengurangi praktik transaksional di jalan raya.
Apresiasi tersebut disampaikan menyusul paparan resmi Kakorlantas pada Rilis Akhir Tahun Polri 2025 yang berlangsung di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/12). Dalam kesempatan itu, Irjen Agus mengungkapkan bahwa 95% penegakan hukum pelanggaran lalu lintas pada 2025 sudah berbasis ETLE, sedangkan sisanya 5% masih menggunakan tilang konvensional. “Lompatan transformasi digital ini adalah lebih baik,” tegasnya.
Irjen Agus menegaskan bahwa komitmen mengedepankan ETLE merupakan strategi untuk mereformasi wajah Polri. Sistem ini menjadi langkah konkret mengantisipasi pungutan liar (pungli) dan suap yang kerap terjadi pada penindakan manual di jalan. “Ini bagian dari upaya kami melayani masyarakat dengan pendekatan humanis sesuai arahan Bapak Kapolri,” ujarnya.
Rizqi Fathul Hakim, Direktur Cemara Institute, menilai penerapan ETLE yang masif merupakan disrupsi positif. “Sistem objektif ini memutus ruang negosiasi yang tidak sehat antara petugas dan pelanggar sehingga langsung menyasar akar masalah transaksional,” papar Rizqi.
Meski saat ini jumlah kamera ETLE baru sekitar 1.200 unit, kakorlantas menyatakan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat sudah cukup tinggi. Irjen Agus menyampaikan mimpi untuk menambah perangkat ETLE menjadi 5.000 unit pada 2026 guna mengoptimalkan efek jera dan kepatuhan.
Rizqi menambahkan bahwa manfaat ETLE tidak hanya untuk penindakan tilang, tetapi juga sebagai bahan analisis perbaikan manajemen lalu lintas dan rekayasa infrastruktur. “Ini adalah investasi untuk sistem transportasi yang lebih rasional dan aman,” jelasnya.
Namun demikian, Direktur Cemara Institute memberi catatan penting. “Apresiasi kami tidak berarti pekerjaan telah selesai. Tantangan ke depan adalah memastikan reliabilitas sistem, transparansi dalam proses banding, dan edukasi berkelanjutan agar masyarakat melihat ETLE sebagai alat pembentuk disiplin kolektif,” tandas Rizqi.
Dengan komitmen revitalisasi dan penambahan perangkat yang disampaikan Kakorlantas, transformasi penegakan hukum lalu lintas Polri diproyeksikan semakin matang. Masyarakat diharapkan dapat merasakan wajah Polantas yang lebih humanis, profesional, dan bebas dari praktik transaksional.
Arah transformasi digital Polri ini diarahkan pada pencegahan pelanggaran, peningkatan pelayanan, dan pembangunan budaya tertib berlalu lintas sebagai modal keselamatan bersama di jalan raya.








