“Ada pepatah yang mengatakan mudah untuk mendapatkan tapi sulit untuk mempertahankan,”
BhayangkaraKita – Jakarta – Tanggal 1 Juli merupakan perayaan hari Bhayangkara yang ke 76 dan pada usia tersebut seharusnya organisasi Polri sudah bisa matang dan bijak dalam menyikapi berbagai kendala dan rintangan yang dihadapi.
Dalam lintasan waktu tentu sudah banyak problematic besar di dalam tubuh Polri. Isu yang paling mencuat adalah netralitas Polri dan kedekatan pada poros kekuasaan Politik yang berkuasa. Isu pandangan Polri tidak netral tetap menjadi bayang-bayang hitam yang menyelimuti aparat penegak hukum di satu sisi.
Di bawah kepemimpinan Kapolri Listyo Prabowo jelas sudah seabrek prestasi yang diraih dan mendapat tempat di hati public. Mulai dari penerapan Restorative Justice pada penegakan hukum bidang reserse yang diterapkan dalam penyelesaian berbagai kasus hukum terutama menyoal cyber crime yang marak akhir-akhir ini.
Belum lagi keberhasilan program ETLE (penegakkan hukum di lalu lintas) yang memberikan rasa keadilan dan transparansi dalam penindakan sebab dilakukan secara electronis dengan sistem digital.
Ditambah lagi di kewilayahan yang berhasil melakukan penerapan PPKM dengan berbagai kasus di dalamnya dalam upaya menekan angka penyebaran dan korban Covid 19 di masa pandemic.
Keberhasilan Polri dalam menjaga dan mengamankan vaksin dosis satu dan dua yang tidak ada kendala sama sekali. Tingkat BOR atau hunian rumah sakit yang begitu dikeluhkan banyak warga yang terkena virus Covid 19 sampai dengan penindakan hukum bagi pelanggaran Protokol Kesehatan yang masih melihat unsur humanistic di dalamnya.
Ditambah lagi dengan keserempakan Polri dan satuan kewilayahan memberikan bantuan sosial langsung kepada masyarakat dalam kategori tidak mampu akibat terpaan ekonomi akibat pandemic di maksud.
Keberhasilan Polri dalam menekan kekecewan warga akibat tingginya harga minyak goreng dan upaya meredam dengan melakukan memberikan bantuan dan sumbangan minyak goreng kepada warga yang membutuhkan secara langsung.
Tidak itu saja keberhasilan pengungkapan pelaku teroris yang akhir-akhir ini berasal dari sel yang tidak diperhitungkan juga memberikan prestasi khusus kepada Polri dalam usia yang memang matang.
Peredaman kasus KKB Papua yang tidak begitu bergejolak, antisipasi kasus demonstrasi mahasiswa dan pihak yang merasa kecewa dengan Pemerintah sampai dengan keseriusan penegakkan hukum dan mengungkap kasus investasi digital bodong yang mengkhawatirkan sampai dengan pinjaman online yang makin merajalela di masa pandemi ini.
Demikian juga dengan reformasi birokrasi dengan transparansi kerja di sana sini menyoal penggunaan dana satuan, sampai operasi kerja. Semua ini merupakan kerja keras dari Polri sebagai institusi penegak hukum di Indonesia.
Tidak mungkin keberadaan Polisi dihapuskan dalam masyarakat madani sebab Polisi bertindak sebagai punggawa penjaga demokrasi dalam masyarakat sehat dan bebas dalam berpolitik di dalamnya. Ketertiban dan keamanan menunjukkan praktik kebebasan berpolitik menjadi mutlak perlu bagi bangsa yang merdeka.
Baca Juga : Jargon Polri Presisi Berhasil Ubah Kultur dan Tumbuhkan Kepercayaan Publik
Menjaga citra dan mempertahankan prestasi Polri
Citra Polri yang makin mendapat tempat di hati rakyat dengan mulai terkikisnya kebencian dan sentimen pribadi kepada polisi di satu sisi. Semua ini adalah prestasi besar yang sudah diraih Polri di era millennial ini, tentu semua ini tidak mudah perlu dipertahankan sekuat tenaga dengan mengerahkan segala daya upaya.
“Ada pepatah yang mengatakan mudah untuk mendapatkan tapi sulit untuk mempertahankan,” Pemeo ini harusnya dipegang oleh tampuk pimpinan Polri dalam kesiapan dan ketahanan menghadapi segala tantangan dan hambatan yang ada.
Diakui di HUT ke 76 ini juga masih ada pekerjaan rumah yang masih terbengkalai dalam institusi Polri, mulai dari pemberantasan korupsi baik di masyarakat maupun di lingkungan internal mereka sendiri. Di samping itu juga tindakan tegas dan serius kepada anggota menyimpang dan menggunakan kekuasaanya tidak sebagaimana mestinya (abuse of power).
Tentu saja tindakan tegas kedisiplinan berdasarkan hukum positif (pidana murni) dan kode etik kepolisian menjadi patokan dalam penanganan kasus anggota Kepolisian yang berimbang dan fair. Percepatan penerapan difusi inovasi untuk dasar kerja kepolisian modern dalam bentuk electronics manajemen Penyidikan Kepolisian dengan penggunaan gawai berbasis teknologi informasi dalam mempermudah operasi kerja pihak kepolisian dan juga transparansi kepada public.
Dengan maraknya penyimpangan dan penyelewengan yang dilakukan anggota Kepolisian dan pihak internal, maka dirasa perlu untuk meninjau ulang kebudiluhuran dan pekerti dari anggota di lapangan yang dimulai dari Pendidikan dan Latihan Polri (Diklat Polri).
Sudah banyak terobosan yang dilakukan Polri dalam hal ini dengan penguatan pada pembinaan rohani dan mental (Binrohtal) dengan mengiatkan acara keagamaan dan memasukkan nilai-nilai religi ke dalam sanubari anggota Polri.
Demikian juga dengan Pendidikan Polri yang menggunakan standar internasional dan persiapan pembentukan Universitas Keamanan Nasional (UNKAM) guna menjawab kebutuhan akan aplikasi keilmuan kepolisian yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Dari sisi narasi dan pemberitaan Polri dengan mantap melakukan manajemen media dan monitoring ketat akan informasi yang ada. Pemantauan yang ketat tentu dalam pilihan data dan informasi yang berimbang dan relevan dengan didukung fakta dan bukti nyata di lapangan.
Begitu tinggi tingkat keperluan dalam menjaga citra dan perwajahan adalah dengan adanya struktur kehumasan dalam biro kerja di tingkat KOD (Polres). Dengan demikian jelas bahwa ada kesadaran yang kuat dari pihak Polri dalam HUT ke 76 ini upaya memperkuat dan menyamakan gerak satuan juga penciptaan citra yang baik Polri di masyarakat.
Kesemua ini tentu ada sebuah pertanyaan besar akankah prestasi yang banyak dan sudah diraih oleh Polri akan hilang begitu saja bila tidak dipertahankan. (Pris)
Baca Juga : Aksi 21 Mei 2022: Antara Aman Dan Rusuh
Penulis : – Dr. Ilham Prisgunanto, SS., M.Si.