Belakangan ini kinerja Polri sedang disorot tajam oleh masyarakat. Pasalnya karena perilaku anggotanya yang menyalahi aturan, over acting dan juga ada yang melanggar norma kesusilaan. Kapolri menghadapi tugas berat. Bisakah keluar dari ujian ini ?
Jakarta – (28/10/2021). Tulisan berjudul ”Kapolri Banyak Tugas Berat” di sebuah harian ibukota, agaknya cukup menggambarkan hiruk pikuk Kapolri dalam menakhodai Kepolisian Republik Indonesia. Tidak hanya dihadapkan pada tuntutan masyarakat terhadap kinerja Polri dalam menegakkan Kamtibmas, melainkan dari dalam pun diganggu konsentrasinya oleh perilaku anggotanya yang tidak proporsional dan profesioanl dalam menjalankan tugas.
Unik untuk menyimak ulang tulisan pembaca di ruang ini edisi Jumat (15/10) berjudul “Kapolri Banyak Tugas Berat”. Pembaca tersebut menyatakan bahwa Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit belakangan terbebani berbagai kejadian yang dilakukan kepolisian. Para bawahan Kapolri tengah disorot tajam masyarakat karena berbagai kejanggalan penanganan kejahatan.
Ini dia kutipan lengkap surat tersebut. “Pekan-pekan belakangan, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit tentu memiliki tugas cukup berat. Sebab, polisi tengah dalam sorotan tajam mata masyarakat. Beberapa kasus dianggap “aneh” seperti wanita pedagang yang dihajar preman, lapor polisi, malah menjadi tersangka. Belum lagi kasus ayah memperkosa tiga putrinya. Ada juga kasus pembunuhan ibu dan anak di Subang yang juga “aneh” karena tak kunjung terkuak pelakunya.
Terbaru yang menjadi beban Kapolri adalah bawahannya yang membanting satu mahasiswa yang mengadakan aksi unjuk rasa di Tangerang. Ini pun tak lepas dari sorotan tajam mata masyarakat lewat medsos. Bagaimana mungkin polisi yang harus mengayomi malah bertindak seperti itu. Semoga Kapolri tidak putus asa untuk membentuk polisi yang arif, tegas, tapi bijaksana.” Surat yang ditulis Y Widodo.
Dengan rangkaian pelangaran para anggota Polri tersebut, dapat diduga konsep “Presisi” atau prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan yang diusung oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo, belum sepenuhnya dipahami dan dijiwai bawahannya. Misalnya, terkait transparansi berkeadilan, rasanya belum diterapkan dalam kasus di Luwu Timur, Medan, atau Subang. Sebab, ada kecurigaan masyarakat bahwa dalam tiga kasus ini Polri belum benar-benar menjalankan tugas secara transparan, apalagi berkeadilan. Untuk itu, kasus-kasus tersebut harus cepat dibongkar supaya masyarakata dapat membaca kejadian sesungguhnya.
Harus Dijawab Secepatnya
Berbagai kasus tersebut harus dijawab Polri secepatnya dan terbuka. Dengan begitu, jangan sampai kasus yang hanya sedikit, merusak karya dan kinerja Polri yang sudah bagus, seperti kerja Tim Densus 88 yang boleh dibilang luar biasa bagus. Tim mampu mendeteksi dan menggagalkan rencana-rencana aksi teror. Malahan terakhir mampu menemukan puluhan kilogram bahan bom di Gunung Ciremai. Ini tentu berkat keberhasilan deradikalisasi dan pembinaan mantan teroris, sehingga mereka terbuka memberi tahu masih menyimpan bom tersebut.
Polri bersama TNI juga sukses ikut serta akselerasi vaksinasi nasional. Kapolri dan pangliman TNI selalu turun ke pelosok-pelosok guna mengecek sendiri secara langsung pelaksanaannya. Dengan begitu, dapat diketahui langsung berbagai kendala agar cepat dicarikan solusi oleh para pimpinan. Vaksinasi menjadi salah satu andalan menekan persebaran virus Covid 19. Dengan begitu, segera terbentuk kekebalan kelompok. Hal ini sudah mulai terlihat penurunan persebarannya.
Apalagi yang paling spektakuler adalah, survei-survei mulai menempatkan Polri di papan atas untuk sisi kredibilitas. Dengan kata lain, masyarakat mulai melihat Polri sebagai institusi yang dipercaya. Ini tentu bukan situasi yang mudah dicapai. Maka dari itu, berbagai keberhasilan tersebut jangan sampai dirusak kasus-kasus yang dibuat bawahan Kapolri. Untuk itu, Polri bekepentingan untuk menyelesaikan berbagai kasus yang disorot masyarakat tersebut.
Sekarang adalah era media sosial di mana setiap perilaku seseorang bisa langsung viral seantero Nusantara bisa langsung tahu. Jadi, jangan sampai ada tindakan negatif aparat karena akan segera tersiar luas. Namun lebih penting, tindakan baik jangan hanya takut (bertindak negatif) diviralkan. Bertindak baik, profesional, dan berintegritas karena memang itu melekat di dalam kepribadian anggota Polri.
Masyarakat yang makin percaya Polri harus dijawab dengan selalu bertindak profesional dan berintegritas.
Pecat dan Pidanakan
Tin berselang lama, mengingat respon masyarakat yang demikian gaduh di media sosial, Kapolri langsung mengeluarkan kebijakan yang bisa membuat ciut nyali bawahannya, terutama soal penggunaan kekerasan berlebihan.
Selain berkomunikasi dengan KomnasHam, Ia menerbitkan Surat Telegram Nomor ST/2162/HUK2.9/2021 tertanggal 18 Oktober 2021 yang berisi 11 arahan Kapolri kepada Kapolda dan Kasatwil seluruh Indonesia.
Salah satu poin yang ditekankan dalam edaran tersebut terkait dengan sanksi tegas berupa pidana atau PTDH kepada anggota yang tidak menjalankan tugas sesuai aturan.Poin tersebut ditekankan lagi oleh Kapolri melalui Vicon di hari yang sama di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (19/10).
“Perlu tindak tegas, jadi tolong tidak pakai lama, segera copot, PTDH, dan proses pidana. Segera lakukan dan ini menjadi contoh bagi yang lainnya. Saya minta tidak ada kasatwil yang ragu, apabila ragu, saya ambil alih,” kata Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Kapolri melihat bahwa perbuatan oknum Polisi pelanggar aturan telah merusak marwah institusi Polri, dan mencederai kerja keras serta komitmen personel yang bekerja maksimal untuk masyarakat.
“Saya tidak mau ke depan masih terjadi hal seperti ini, dan kita harus melakukan tindakan tegas. Karena kasihan anggota kita yang sudah kerja keras, yang lelah, dan selama ini berusaha berbuat baik, terus kemudian hancur gara-gara hal-hal seperti ini,” lanjutnya.
Ia juga menginstruksikan jajarannya agar kedepannya mampu membaca situasi kapan harus mengedepankan pendekatan humanis dan kapan harus melakukan tindakan tegas.
Selain itu Sigit juga mengapresiasi masyarakat yang telah memberikan masukan dan kritik pada Kepolisian. Ia juga mengingatkan pada seluruh jajaran Kapolda dan Kapolres bahwa kepolisian bukanlah institusi yang anti-kritik.
“Jangan antikritik, apabila ada kritik dari masyarakat lakukan introspeksi untuk menjadi lebih baik,” tegasnya. Buruknya kinerja Polri sebagai institusi penegak hukum memang menjadi sorotan oleh banyak pihak sepanjang 2021 ini.
Panen Pengaduan
April lalu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KomnasHAM) menyatakan lembaga kepolisian RI menjadi pelaku pelanggan HAM paling banyak diadukan sepanjang 2016-2020.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada Juli yang lalu, juga mengumumkan temuannya terkait tindak kekerasan yang dilakukan anggota Polisi selama masa Pandemi. Kontras mencatat 651 dugaan kekerasan melibatkan aparat Polri sepanjang Juni 2020 hingga Mei 2021.
Sementara itu, pada bulan yang sama, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengumumkan temuannya soal bermacam pelanggaran yang dilakukan anggota polisi antara 2019-2021. YLBHI mencatat 202 kasus pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian, dalam kurun waktu satu tahun ini.
#PercumaLaporPolisi
Baru-baru ini tagar #PercumaLaporPolisi trending di lini masa media sosial setelah adanya berbagai kasus yang melibatkan oknum kepolisian.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi 3 DPR RI, Ahmad Sahroni pun angkat bicara. Melalui akun instagramnya, @ahmadsahroni88 pada Senin, 25 Oktober 2021, ia meminta masyarakat untuk tetap bijak menanggapi situasi ini. Sebab, politisi Partai NasDem itu berpandangan masih banyak anggota Polri yang profesional dalam menjalankan tugas.
“Oknum anggota Polri jangan libatkan institusinya. Yang Br***k hanya beberapa orang saja. Gimana pun institusi Polri ratusan ribu anggota disana, tidak semua jelek,” tulis Ahmad.
Ia pun memastikan pihaknya akan terus mengawal kinerja kepolisian di Indonesia. Sebab, hal ini merupakan tugasnya sebagai wakil rakyat di komisi 3 DPR RI yang mengawasi tugas institusi Polri.
“Saya sebagai pengawas Polri tetap mengawasi institusi Polri,” tulisnya dalam caption postingan tersebut.
Postingan tersebut pun ditanggapi beragam oleh pengikutnya. Salah satunya @rajaadhy yang sepakat dengan pandangan dari Ahmad Sahroni.
Ia pun meminta oknum anggota Polri yang melakukan pelanggaran wajib diberi hukuman berat karena membuat citra kepolisian menjadi sorotan publik. “Setuju pak, tapi oknum tersebut harus dihukum berat pak karena telah merusak citra Polri. Bravo Polri,” tulisnya.
Jangan Antipati
Kompolnas, sementara itu, juga meminta anggota Polri tidak bersikap antipati kepada kritik masyarakat soal kinerja polisi.
Kompolnas sebagai mitra Polri, meminta pimpinan Polri memberikan contoh yang baik agar menjadi panduan tugas kepolisian yang humanis dan menjunjung Hak Asasi Manusia atau HAM bagi para anak buahnya.
Komisioner Kompolnas Pungki Indarti menegaskan bahwa arahan Kapolri soal perbaikan kinerja menyikapi kritik masyarakat harus dilaksanakan dengan profesional di lapangan.
Anggota Polri tidak boleh antipati dan membela diri berlebihan atas kritik masyarakat.
Pungki menambahkan bahwa Polri harus menyikapi kritik masyarakat sebagai bentuk kecintaan kepada Polri.
Dinamika Institusi
Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) melihat bahwa yang terjadi di tubuh Polri saat ini merupakan bagian dari dinamika sebuah institusi. Menurut Direktur Eksekutif Lemkapi, Edi Hasibuan, lembaga manapun akan mengalami kenaikan ataupun penurunan dari segi kualitas kinerja.
“Jika ada peristiwa, kejadian maka Polri banyak disorot, tidak perlu khawatir. Jika masyarakat memberikan kritik terhadap kinerja Polri, Polri tidak perlu marah. Jadikan sebagai koreksi, instropeksi diri sebagai pelayan masyarakat,” katanya kepada Info Indonesia,
Menurut Edi, saat ini masyarakat ingin mengetahui perbaikan-perbaikan yang dilakukan oleh Kepolisian. Selain itu, masyarakat juga mengharapkan kinerja Korps Bhayangkara ditingkatkan. Terkait dengan masukan untuk melakukan perombakan di tubuh Polri, ia menyampaikan, setiap Kepala Polri pasti melakukan perombakan guna mengoptimalkan kinerja dari jajarannya.
“Setiap Kapolri pasti melakukan perombakan. Kapolda nggak bisa kerja harus diganti, Kapolres, Kapolsek nggak bisa kerja copot,” ujarnya.
“Saat ini kita akui masyarakat membutuhkan, baik Kapolda, Kapolres harus memberikan respons yang cepat terhadap masyarakat,” tambah mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu.
Edi menyarankan kepada seluruh Kapolda agar menindak tegas anggotanya yang melanggar kode etik maupun membuat kesalahan yang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
“Kapolda tidak perlu ragu, tindak anggotanya yang melakukan dengan sesuai prosedur yang ada. Itu yang diinginkan Kapolri,” ujarnya.
Selain itu, tidak hanya memberikan sanksi tegas namun harus ada transparasi dari setiap proses hukum yang dijalankan Kepolisian. “Memberikan transparansi keadilan, itu yang terpenting,” kata Edi yang juga wartawan senior.
Kritik Tanda Perhatian
Senada dengan Edi, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Republik Indonesia (Kompolnas RI) Poengky Indarti menyebut, kritik harus dianggap sebagai bentuk perhatian. Kritik terhadap Polri harus dianggap sebagai bentuk perhatian dan masukan untuk instropeksi diri atau perbaikan.
Setelah ada kritikan, anggota Polri mesti profesional, jaga sopan santun, dan tidak menunjukkan arogansi. Poengky, menanggapi itu setelah adanya pengguna media sosial yang menerima ancaman setelah melakukan kritik kepada Polri dengan tulisan: Rupanya tulisan yang mengkritik polri dengan tulisan. “Polisi se-Indonesia bisa diganti satpam BCA aja gaksih,” tulisnya.
“Apabila ada oknum kepolisian tidak terima, dan kemudian ada dugaan melakukan ancaman gara-gara cuitan seorang pengguna media sosial,” ujarnya.
“Cuitan polisi diganti satpam bank, maka korban silakan membuat laporan agar dapat ditindaklanjuti,” kata, Poengky.
Saya meminta semua anggota Polri harus berhati-hati dalam melaksanakan tugas. Utamakan dan mengedepankan profesionalitas. Anggota Polri harus mampu menjaga sopan santun, jangan menunjukkan arogansi.
“Polisi itu tugasnya melayani, mengayomi, melindungi masyarakat, dan menegakkan hukum, guna mewujudkan harkamtibmas,” ujarnya.
Kecanggihan teknologi, pengawas Polri bukan hanya internal dan eksternal seperti Kompolnas saja. Masyarakat dengan kepintarannya mampu merekam dan memviralkan, menyampaikan kepada media, atau statement di media sosial. “Jika ada pelanggaran, maka yang dipertaruhkan adalah nama baik institusi. Ibarat karena nila setitik, rusak susu sebelanga,” ujar, Poengky.
Poengky menyarankan, kepada korban agar melapor ke Propam apabila sudah mengetahui pelaku oknum anggota. “Jika belum tahu atau dipastikkan anggota, bisa dilaporkan ke Dumas Presisi,”ujarnya.
Sebagian besar masyarakat juga agaknya sepakat dengan apa yang disampaikan Edi maupun Poengky. Kritik betapa un pedas dan kerasnya sebetulnya tetap merupakan vitamin bagi Polri dan alat mawas diri. Keadaan masyarakat yang sedikit-sedikit lapor polisi, upload media sosial, viralkan dan sebarkan, tidak selalu harus dianggap negatif. Tapi bisa kita anggap besarnya perhatian masyarakat terhadap polisi karena memang polisi banyak sekali kontribusi dan kegiatan yang dilakukan untuk masyarakat sehingga selalu terlihat. Tak ada satu pun manusia yang sempurna. Sebaik apapun kita berusaha pasti akan ada cela atau kekurangan.
Diketahui, antara lain lewat Divisi Humas Polri, hampir setiap kegiatan Polri di seluruh satuan wilayah, pusat maupun daerah selalu terekspos kepada media massa dan masyarakat pada umumnya.
Lebih-lebih dominasi berita, narasi kegiatan Polri hampir mengisi dan diamplifikasi di seluruh media dan platform media sosial. Dengan demikian adalah wajar, bila setiap detil kegiatan Polri, baik positif maupun negatif pasti tak akan luput dari perhatian masyarakat. Adapun masyarakat selalu melaporkan kinerja anggota Polri yang melakukan kesalahan, dapat dilihat sebagai perhatian yang sungguh-sungguh dari masyarakat agar jangan sampai institusi Polri yang faktanya sangat dibutuhkan oleh masyarakat, hancur citranya gara-gara perilaku oknum yang tidak bertanggungjawab. Jadi tetaplah konsisten dengan kebijakan yang sudah ditempuh untuk menegakkan Harkamtibnas. (SAF).
Baca juga : Perlu Harmonisasi Hubungan Atasan-Bawahan di Polri