Bagi pelaku perjalanan luar negeri selama Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai 14 Oktober 2021 dikurangi dari 8 hari menjadi 5 hari dengan evaluasi sesuai perkembangan terakhir. Berlaku untuk seluruh jenis pelaku perjalanan.
Jakarta – 28/10/2021. Peraturan karantina 5 hari untuk perjalanan luar negeri ini tertuang dalam SE Nomor 20 Tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang ditanda tangani Kepala BNPB Ganip Warsito pada 13 Oktober 2021.
“Surat Edaran ini dimaksudkan untuk menerapkan protokol kesehatan terhadap pelaku perjalanan internasional pada masa pandemi COVID-19. Tujuannya untuk melakukan pemantauan, pengendalian, dan evaluasi dalam rangka mencegah terjadinya peningkatan penularan COVID-19,” kata Ganip.
Selain aturan karantina 5 hari untuk perjalanan luar negeri, pemerintah menambahkan sejumlah peraturan baru untuk pelengkap aturan karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri selama PPKM diperpanjang.
Aturan Lengkap Karantina 5 Hari
Pertama, masa karantina dari 8 hari berubah menjadi 5 hari bagi pelaku perjalanan luar negeri. Pelaku perjalanan diwajibkan untuk melakukan karantina selama 5×24 jam bagi yang sudah divaksin penuh dan tes PCR negatif. Selanjutnya diimbau melakukan karantina mandiri selama 14 hari. Jika WNI atau WNA ketika datang atau saat karantina ternyata positif COVID-19, maka ia harus melakukan karantina 14 hari, tanpa terkecuali.
Kedua, menyiapkan kartu/sertifikat vaksin dosis lengkap. Dalam sertifikat vaksin COVID-19 wajib menyatakan telah divaksin minimal 14 hari sebelum keberangkatan dan dilampirkan dalam Bahasa Inggris selain dengan bahasa negara asal.
Ketiga. Perjalanan wisata masuk ke Indonesia bisa melalui bandara di Bali dan Kepulauan Riau. Pelaku perjalanan internasional WNA dengan tujuan perjalanan wisata dapat masuk ke Indonesia melalui entry point bandara di Bali dan Kepulauan Riau.
Keempat. Pelaku perjalanan luar negeri wajib menunjukkan hasil RT-PCR maksimal 3×24 jam.
Kelima. Hal-hal yang wajib dilampirkan sebagai syarat perjalanan luar negeri, meliputi:
Visa Kunjungan Singkat atau izin masuk lainnya yang berlaku untuk WNA, bukti kepemilikan asuransi senilai USD 100.000 yang menanggung pembiayaan untuk COVID-19, Bukti booking tempat akomodasi selama menetap di Indonesia.
Sanksi Melanggar Aturan Karantina COVID-19
Sanksi melanggar aturan karantina COVID-19 oleh Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi dijelaskan tertuang dalam Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular dapat dijadikan upaya memberikan sanksi melanggar aturan karantina COVID-19. Apa saja?
Pertama, bunyi sanksi melanggar aturan karantina COVID-19 pertama yang tergolong sebagai tindakan kejahatan, diancam pidana penjara satu tahun dan denda Rp 1 Juta. “Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah)”
Kedua, bunyi sanksi melanggar aturan karantina COVID-19 kedua sebagai tindakan murni pelanggaran, pidana enam bulan dan denda Rp 500 ribu. “Barang siapa karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).”
Ketiga. Bunyi sanksi melanggar aturan karantina COVID-19 ketiga pada pasal 93, berupa pidana penjaga satu tahun dan denda Rp 100 Juta. “Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta.”
Jubir COVID-19 Nadia menghimbau agar tidak ada oknum-oknum yang melakukan perbuatan yang berpotensi membahayakan seluruh rakyat Indonesia. “Pemerintah melalui Satgas Penanganan COVID-19 menegaskan bahwa pemerintah tidak akan pernah menoleransi segala upaya pelanggaran protokol kesehatan dan karantina kesehatan demi keselamatan bersama,” tegasnya.
Pemantauan, Pengendalian dan Evaluasi
Dalam SE tentang ketentuan karantina, juga dituangkan ketentuan mengenai pemantauan, pengendalian, dan evaluasi, sebagai berikut: Pertama, satgas Penanganan COVID-19 Daerah yang dibantu otoritas penyelenggara transportasi umum bersama-sama menyelenggarakan pengendalian perjalanan orang dan transportasi umum yang aman COVID-19 dengan membentuk Pos Pengamanan Terpadu.
Kedua, otoritas pengelola, dan penyelenggaraan transportasi umum menugaskan pengawasan selama penyelenggaraan operasional transportasi umum.
Ketiga. K/L, TNI, POLRI, dan pemda berhak menghentikan dan/atau melakukan pelarangan perjalanan orang atas dasar SE ini yang selaras dan tidak bertentangan dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keempat, K/L, TNI, POLRI dibantu Satgas Penanganan COVID-19 Bandara dan Pelabuhan Laut cq. KKP Bandara dan Pelabuhan Laut Internasional melakukan pengawasan rutin untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan protokol kesehatan dan karantina mandiri melalui fasilitas telepon, panggilan video, maupun pengecekan di lapangan selama masa pandemi СOVID-19 ini.
Dan kelima, instansi berwenang (K/L, TNI, POLRI, dan pemda) melaksanakan pendisiplinan protokol kesehatan COVID-19 dan penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2021, Addendum Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2021, dan Addendum Kedua Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2021, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” pungkas Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Ganip Warsito.
Peran Polri Sangat Penting
Dalam hal pemantauan, pengendalian dan evaluasi bahkan sampai penegakan hukum dala hal ketentuan karantina ini jelas terlihat betapa Polri memegang peranan sangat penting. Polri memiliki wewenang penuh untuk menegakkan peraturan sesuai SE tersebut. Jadi intinya, segala ketentuan ini tetap bermuara ke wewenang Polri untuk mengakkannya. Mari kita pahami bersama.
Kabar selebgram Rachel Vennya yang kabur bersama kekasihnya, Salim Nauderer menuai kontroversi. Terlebih, banyak pihak menyayangkan sikapnya yang memilih tak karantina di RS Wisma Atlet usai kepulangannya dari Amerika Serikat. Ada diskresi ?
Banyak pakar yang menyebut sikap yang diambil Rachel Vennya sangat berisiko menulari virus pada masyarakat luas. Pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sendiri menegaskan bahwa pemberlakuan karantina wajib dilakukan oleh siapa pun, termasuk selebgram seperti Rachel.
“Ditegaskan bahwa ketentuan ini berlaku bagi seluruh pelaku perjalanan internasional yang akan memasuki wilayah Indonesia tanpa terkecuali. Untuk itu, harus diikuti dengan sebaik-baiknya sebagai bagian dari langkah pencegahan terhadap penyebaran COVID-19,” tulis akun Twitter resmi Kemenkes RI, dikutip Senin, 18 Oktober 2021.
Dipaparkan Kemenkes, pemberlakuan karantina dilakukan selama masa pandemi COVID-19 usai dari perjalanan luar. Ada pun pemerintah memperketat setiap pelaku perjalanan internasional yang memasuki wilayah Indonesia dengan tiga syarat. “Mewajibkan melakukan RT-PCR, vaksinasi serta karantina 5 hari & 14 hari. Pemberlakukan itu tergantung eskalasi kasus di negara asal,” lanjut akun Twitter Kemenkes.
Ketentuan baru ini tertuang dalam Keputusan Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Nomor 14 Tahun 2021 tentang Titik Masuk (Entry Point), Tempat Karantina, dan Kewajiban RT-PCR bagi WNI Pelaku Perjalanan Internasional, yang mulai berlaku per 13 Oktober 2021.
Sebelum masuk ke wilayah Indonesia, para pelaku perjalanan internasional diharuskan memenuhi sejumlah persyaratan yang telah ditetapkan diantaranya kewajiban vaksinasi dosis lengkap, hasil negatif RT-PCR dari negara asal & beberapa persyaratan lain untuk pelaku perjalanan wisata.
“Meskipun telah membawa bukti hasil negatif RT-PCR dari negara asal, maka setibanya di Indonesia, WNI/WNA wajib melakukan RT-PCR kembali,” tegas Kemenkes. Apabila hasil positif, segera dilakukan di perawatan di pusat isolasi untuk yang gejala ringan. Sedangkan gejala berat dirawat di RS. Pembiayaan selama isolasi maupun perawatan akan ditanggung pemerintah bagi WNI, sementara untuk WNA atas biaya sendiri.
“Apabila hasil RT PCR negatif, maka akan dilanjutkan karantina selama 5 hari atau 14 hari. Hari ke-4 dilakukan RT PCR kembali, jika hasil negatif maka karantina selesai,” beber Kemenkes. Lagi-lagi, setiap pelanggaran terjadi maka yang harus menangani adalah Kepolisian.
Diskresi
Peraturan terus diperbaiki dan cenderung selalu terjadi perubahan. Memang, penyelenggaraan pemerintahan tidak bisa lepas dari sebuah keputusan besar yang diambil. Setiap keputusan yang diambil tentu akan berpengaruh terhadap masyarakat secara luas di negara tersebut. Diskresi menjadi salah satu bentuk keputusan yang sangat memberikan pengaruh.
Mungkin kita belum terlalu familiar dengan diskresi. Pada dasarnya, istilah ini memang erat kaitannya dengan pengambilan keputusan. Agar bisa memahaminya lebih lanjut, simak ulasannya di bawah ini.
Diskresi adalah tindakan atau keputusan yang diambil oleh pejabat pemerintahan untuk menyelesaikan masalah konkret yang dihadapi. Adapun persoalan yang dihadapi dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan opsi, tidak mengatur, tidak jelas, tidak lengkap, baik dengan atau tanpa stagnansi dari pemerintah. Pada dasarnya, hal ini merupakan salah satu jenis instrumen yuridis yang diambil pemerintah.
Pembahasan mengenai diskresi ini memang kerap kali dikaitkan dengan discretion power atau kewenangan bebas. Maksudnya adalah kewenangan ini sebagai salah satu sarana agar pemerintah bisa memiliki ruang bergerak untuk mengambil tindakan tanpa terbitkan undang-undang.
Kewenangan mengambil kebijakan ini dilakukan guna menyelenggarakan kesejahteraan terkait berbagai macam persoalan. Jadi, keputusan pemerintah ini lebih mengutamakan tujuan yang masih sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Tujuan Diskresi
Dalam Undang-Undang No. 30/2014 tentang Administrasi Negara disebutkan secara eksplisit bahwa tujuan diskresi adalah: Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan di suatu negara, mengisi kekosongan hukum mengenai perihal persoalan yang muncul, memberikan kepastian hukum terhadap masalah yang ada dan mengatasi stagnansi yang dialami pemerintah dalam keadaan tertentu.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa diskresi memiliki tujuan yang bagus agar pemerintah tegas menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang tidak terprediksi. Terlebih ketika dihadapkan pada persoalan yang belum ada bahasan lengkapnya dalan suatu perundang-undangan.
Syarat Diskresi
Selain tujuan, dalam UU No.30/2014 juga dibahas berbagai syarat yang harus dipenuhi agar diskresi bisa diwujudkan. Berbagai syarat di bawah ini harus dipenuhi agar kebijakan yang diambil bisa membawa kebaikan bagi rakyat banyak.
Adapun syarat-syarat dari sebuah diskresi adalah sebagai berikut: Kebijakan yang diambil sesuai dengan tujuan diskresi seperti yang terdapat pada UU No.30 tahun 2004, tidak berlawanan atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, keputusan diambil sesuai dengan AAUPB (Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik), kebijakan diputuskan berdasarkan alasan-alasan yang bersifat objektif., tidak menimbulkan konflik kepentingan pihak tertentu, keputusan diambil dengan itikad yang baik.
Tidak hanya wajib memenuhi berbagai macam syarat di atas, diskresi juga harus memenuhi persyaratan lainnya. Terutama seperti yang sudah ditetapkan dalam dasar hukum UU No.30 tahun 2014.
Pada dasarnya, pejabat pemerintah yang menetapkan diskresi harus mendapatkan persetujuan dari pihak atasan. Nantinya, pejabat pemerintah tersebut akan menguraikan substansi, maksud, dan tujuan dari kebijakan yang diambil.
Contoh Kasus Diskresi
Setelah memahami tentang diskresi di atas, kini Anda bisa memahami contohnya agar lebih mudah.
Salah satu contoh sederhana dari diskresi adalah seorang polisi lalu lintas yang mengatur arus lalu lintas di suatu jalan raya yang ramai. Nah, hal tentang lalu lintas seperti ini pada dasarnya sudah diatur oleh traffic ligt atau lampu lalu lintas.
Contoh lainnya dari diskresi adalah keputusan dan kebijakan yang sangat dibutuhkan di masa genting. Misalnya seperti situasi saat adanya pandemi Covid-19 yang masih terjadi seperti saat ini. Tak heran jika pemerintah dituntut untuk membuat keputusan secara tepat dan cepat.
Dengan memahami ulasan mengenai diskresi, kita bisa memahami bahwa kebijakan seperti ini memang akan diambil pejabat pemerintah. Tentunya, dengan masih mempertimbangkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi bukan mengecualikan seseorang lepas dari jeratan hukum. Melainkan untuk kemaslahatan masyarakat secara umum. Nah jelas, bahwa peran Polri dalam konteks evaluasi, pengendalian dan pemantauan masalah karantina, sangat penting dan krusial.
Polisi tentu akan bekerja berdasarkan Undang-undang sebagai patokannya. Kalaupun ada kekurangan atau kekeliruan tentu bukan lantas Polri yang disalahkan. Karena boleh jadi pelaksaan di lapangan yang menuntut penanganan ekstra. Sekalipun Polisi menempuh diskresi, tentu harus berdasarkan pereturan dan perundangan yang berlaku, bukan semauanya petugas, Karena tindakan yang mengarah perlunya diskresi bukan Polri yang menentukan melainkan pemerintah dan penyusun Undang-undang. Adapun Polri konsisten dalam pemantauan, pengendalian, evaluasi bahkan sampai penegakkan hukum bila terjadi pelanggaran seperri yang dilakukan selebgram Rachel Vennya. Betapa polisi dituntut harus selalu hadir dalam setiap situasi kondisi yang terjadi di tengah masyarakat. (SAF).
Baca juga : Konferensi IAWP ke-58 di Labuan Bajo Tunjukkan Indonesia Siap Gelar Even Internasional