Langkat, Sumatera Utara – Pembukaan rekrutmen Bintara Polri bagi penyandang disabilitas. Rendi Arif Pratama, seorang pemuda berusia 17 tahun, menjadi salah satu simbol dari transformasi inklusi sosial ini. Rendi, yang kini menjalani pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Sumatera Utara, tak hanya memegang status sebagai atlet paralimpik, tetapi kini juga mengemban harapan sebagai bagian dari angkatan terbaru Polri.
“Saya ingin seperti ayah saya, menjadi abdi negara. Awal sebelum Polri membuka penerimaan anggota disabilitas, cita-cita saya jadi guru,” kata Rendi sembari mengingat momentum saat beliau pertama kali mengetahui adanya kesempatan karir di Polri untuk pengidap disabilitas melalui platform media sosial, TikTok.
Rendi, yang prestasinya bukan hanya dikenal di dunia atletik paralimpik tapi juga dalam bidang akademis, merasakan dorongan yang kuat untuk menggapai mimpinya ketika peraturan inklusif diumumkan oleh Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Melalui dukungan orang tua, Rendi yang merupakan peraih medali perunggu di cabang olahraga lari cepat 100 meter Peparpernas X 2023, langsung berinisiatif mencari informasi lebih lanjut dan berakhir dengan kesuksesannya lolos seleksi Bintara Polri jalur khusus disabilitas.
Tantangan yang dihadapi sejak masa kecil, seperti perundungan dan pendidikan mandiri yang ketat, bukanlah penghalang bagi Rendi. Berkat dukungan dari orang tuanya, Rendi bertransformasi menjadi sosok yang tangguh dan inspiratif bagi penyandang disabilitas lainnya. “Kata orang tua, ‘Sabar saja, ini jalan kamu, ini takdir kamu. Tapi yakinlah suatu hari kamu bakal jadi apa yang kamu mau’,” ujar Rendi, mengenang motivasi yang diterimanya.
Patut dicatat, Polri melalui kebijakan inklusifnya pada tahun ini telah merekrut 16 penyandang disabilitas dalam penerimaan Bintara Tahun Anggaran 2024. Garis besar yang mendorong rekrutmen ini adalah keyakinan bahwa penyandang disabilitas memiliki kemampuan untuk menjalankan pekerjaan kepolisian dengan baik.
“Dari kelompok itu kita pekerjakan di dua polda yaitu Polda Jogja kemudian di Polda Sumatera Selatan. Dari situ berproses, Pak Kapolri tambah yakin, ‘Saya minta (difabel menjadi-red) anggota Polri’,” ungkap Irjen Dedi, menggambarkan evolusi persepsi dan praktek di tubuh Polri terhadap inklusi sosial.
Kisah Rendi dan perubahan dalam kebijakan rekrutmen Bintara Polri untuk disabilitas ini menjadi sebuah kisah motivasi dan inspirasi bagi banyak orang. Kebijakan pemerintah untuk disabilitas ini membuka peluang kerja bagi penyandang disabilitas dan mengubah persepsi masyarakat terhadap disabilitas.
Hal ini juga mendukung pendidikan inklusif di Indonesia yang memungkinkan orang-orang seperti Rendi untuk merealisasikan potensi mereka sepenuhnya, sembari memudarkan stigma yang selama ini membayangi mereka. Rekrutmen ini membuktikan bahwa pintu inklusi sosial dan pekerjaan telah terbuka lebar, menguatkan narasi baru akan kesetaraan dan kemungkinan bagi setiap individu di masyarakat kita.