Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri menyita Rp 1,7 miliar dari saksi dalam kasus dugaan korupsi di PT Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP).
Direktur Tipidkor, Brigjen Bareskrim Polri Djoko Purwanto di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu mengatakan, uang Rp 1,7 miliar masuk ke rekening Saksi YK selaku mantan Direktur PT JIP.
“Hari ini salah satu saksi PT JIP mengembalikannya kepada kami, disusul penyitaan Rp 1,7 miliar,” kata Djoko.
Djoko menjelaskan, dalam proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pembelian barang/jasa pembangunan menara dan infrastruktur GPON oleh PT JIP tahun 2017-2018, Saksi YK menerima dua kali pengiriman uang melalui rekening Saudara dengan total nominal transaksi Rp 1,7 miliar.
Saksi YK awalnya mengira uang itu gaji dan bonus, kemudian diketahui bahwa dana yang masuk ke rekeningnya berasal dari pihak ketiga (inisial CD dan EM).
Mengetahui hal itu saksi mengembalikan uang tersebut kepada penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri.
“Kami terus menuntut pembocor uang (korupsi), karena penanganan penyidikan kami tidak hanya korupsi, tetapi juga ada tindak pidana pencucian uang (TPPU)”, kata Djoko.
Djoko menerangkan, penyidikan TPPU dibutuhkan dalam penyidikan pidana asal yaitu tipikor, sehingga penyidik semaksimal mungkin berupaya untuk memulihkan aset, sesuai amanat undang-undang dalam perkara tipikor.
Dalam perkara ini, penyidik Dittipikor Bareskrim Polri telah menetapkan eks Direktur Utama (Dirut) PT Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP) Ario Pramadhi sebagai tersangka bersama Christman Desanto, selaku mantan VP Finance & IT PT JIP.
Kerugian sementara dalam perkara ini ditaksir oleh penyidik sebesar Rp315 miliar. Adapun, bentuk perbuatan melawan hukumnya, yakni pembangunan menara telekomunikasi di sejumlah wilayah di Indonesia, serta pengerjaan proyek pembangunan menara dan infrastruktur “Gigabit Passive Optical Network” (GPON).
Dalam perkara ini, penyidik telah memeriksa 65 saksi antara lain dari pihak PT JIP, perusahaan yang memberikan pekerjaan, dan kontraktor pengadaan GPON, serta satu saksi ahli keuangan negara.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.