Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menekankan agar penegakan hukum dalam pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) harus dilaksanakan secara tegas, namun humanis dan tetap manusiawi. Bagaimana praktiknya di lapangan ?
Jakarta – (19/07/2021). Hal itu sejalan dengan arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada Rapat Terbatas mengenai Evaluasi PPKM Darurat, Jumat (16/07/2021). “Bapak Presiden memberikan penekanan yaitu agar dilakukan dengan cara-cara yang humanis, kemudian santun, kemudian manusiawi, tidak berlebihan meskipun tetap tegas,” ujar Tito dalam Keterangan Pers Bersama mengenai Evaluasi Pelaksanaan PPKM Darurat, Sabtu (17/07/2021) malam, secara virtual.
Mendagri menyampaikan, pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat melalui kerangka PPKM ini diambil pemerintah demi keselamatan rakyat di tengah pandemi COVID-19. “Pembatasan kegiatan itu pasti tidak akan mengenakkan karena ini mengurangi freedom tapi memang harus dilakukan dalam rangka untuk keselamatan rakyat. Keselamatan rakyat adalah yang utama,” ujarnya.
Tito juga menekankan agar aparat penegak hukum maupun Satpol PP sebagai penegak peraturan daerah menjalankan profesinya sesuai kode etik dan nilai-nilai kemanusiaan. “Perlu ada langkah-langkah tegas tapi, sekali lagi, humanis, santun, manusiawi dan tidak berlebihan, tidak menggunakan kekerasan eksesif,” tegasnya.
Tito berharap agar kasus kekerasan dalam penegakan aturan PPKM yang dilakukan Satpol PP yang terjadi di Gowa, Sulawesi Selatan, tidak terulang kembali. Mendagri pun menyampaikan pihaknya telah melakukan penindakan terhadap petugas tersebut. Guna meminimalisasi kejadian serupa, Kemendagri melalui Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan telah melaksanakan rapat dengan Kasatpol PP seluruh Indonesia.
Hal yang sama juga disampaikan Tito dalam rapat dengan para kepala daerah. “Belajar pengalaman kasus di Gowa agar jangan sampai terulang peristiwa yang sama, kemudian menjaga moril anggotanya masing-masing.
Kami juga tadi menyampaikan pada saat rapat dengan seluruh kepala daerah jam 10.30 tadi pagi, juga sudah disampaikan penekanan mengenai tata cara penanganan PPKM lembaga penegakan hukum oleh satuan polisi Satpol PP,” ujarnya.
Mendagri menambahkan, arahan tersebut juga akan dituangkan dalam edaran kepada seluruh kepala daerah. “Kami juga akan mengeluarkan surat edaran malam ini dalam rangka untuk pemberlakuan PPKM ini. Mulai dari arahan kepada jajaran Satpol PP untuk tegas dan humanis, manusiawi, tidak berlebihan; kemudian melakukan evaluasi reguler PPKM; juga membantu masyarakat yang kesulitan ekonomi. Jadi tidak hanya tindak tegas, tapi juga ada bantuan baik dalam bentuk pembagian masker, sembako, suplemen atau makanan sehat, hand sanitizer, dan lain-lain,” pungkasnya.
Surat Edaran Mendagri
Lebih lengkap mengenai penegakan hukum di era PPKM ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 440/3929/SJ tentang Penertiban Pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan Percepatan Pemberian Vaksin bagi Masyarakat. Surat edaran yang ditandatangani Tito pada 18 Juli 2021 tersebut ditujukan kepada para gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh Indonesia.
Dalam surat edaran ini, Mendagri meminta kepada para kepada daerah untuk melakukan beberapa hal.
Pertama, mengevaluasi secara reguler penertiban pelaksanaan PPKM di wilayahnya untuk mengetahui efektivitasnya menekan penularan kasus Covid-19.
Kedua, memerintahkan jajaran Satpol PP di daerah masing-masing untuk mengutamakan langkah-langkah yang profesional, humanis, dan persuasif dalam pelaksanaan PPKM.
Langkah yang humanis dan persuasif ini dalam penertiban pelaksanaan PPKM sebagaimana yang telah diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri tentang PPKM.
Mendagri juga meminta penegakan hukum/disiplin yang tegas namun santun dan simpatik bagi masyarakat yang melanggar ketentuan PPKM dan dilarang menggunakan kekerasan yang berpotensi pelanggaran hukum.
Ketiga, Mendagri memerintahkan kepala daerah membantu masyarakat yang kesulitan secara ekonomi sebagai akibat terkena dampak pandemi Covid-19 dan dampak pelaksanaan PPKM, antara lain dengan cara memberikan masker, hand sanitizer, bantuan sembako dan suplemen/makanan sehat, disesuaikan dengan kondisi/kemampuan keuangan daerah.
Keempat, kepala daeah juga diminta melaksanakan percepatan pemberian vaksin bagi masyarakat.
Caranya, gubernur berwenang mengalihkan alokasi kebutuhan vaksin dari kabupaten dan kota yang kelebihan alokasi vaksin kepada kabupaten dan kota yang kekurangan alokasi vaksin.
Mendagri juga minta agar kepada daerah memerintahkan kepada dinas kesehatan untuk tidak menyimpan/menimbun stok vaksin dan segera menyuntikkan vaksin kepada masyarakat sesuai skala prioritas.
Kelima, Mendagri minta ke kepala daerah agar melakukan sosialisasi penerapan 5M (menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas) secara masif kepada masyarakat.
Selain itu juga mendistribusikan masker kepada masyarakat luas dengan menggunakan anggaran yang tersedia.
Harus Bijaksana
Pandemi Covid-19 tidak hanya menyerang kesehatan jasmani masyarakat, lebih dari itu masyarakat dihadapkan dengan masalah finansial. Tak sedikit masyarakat yang kelaparan karena tak ada penghasilan. Kebijakan PPKM Darurat, di satu harus ditaati, tapi di sini lain penegakan aturan ini harus bijaksana dengan mengedepankan maslahat dan yang paling penting aparat harus bersikap humanis pada rakyat.
Melihat kondisi tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengimbau, jika memang harus dilakukan penertiban hendaknya utamakan cara-cara yang lebih humanis dan mengedukasi. “Terbayang ekonomi mereka juga hancur. Jadi tolonglah untuk para petugas di lapangan, jika memang ingin menertibkan warga, maka lakukan dengan humanis. Jangan arogan,” tegas Sahroni dalam rilis yang diterima baru-baru ini.
Politisi dari Fraksi Partai NasDem ini menjelaskan pendekatan humanis ini penting dalam memberikan pengertian tentang aturan PPKM dan pada saat yang bersamaan juga menunjukkan kepedulian petugas terhadap warga yang kesusahan karena pandemi Covid-19.
“Kita harus saling paham. Mungkin petugas bisa menertibkan dengan lebih humanis, misalnya dengan dijelaskan baik-baik dan diberi pengertian. Lagi pula kan dalam aturannya warung boleh buka, asal take away. Jadi yang ditertibkan pengunjungnya, bukan menghajar warungnya,” katanya.
Sahroni menambahkan, bersikap tegas bukan berarti kasar. Selain melalui edukasi, petugas juga bisa memberlakukan aturan hukuman lain yang lebih ringan dan tidak terkesan arogan.
“Tegas bukan berarti kasar. Misalnya, selain menggalakkan edukasi, petugas juga bisa menghukum dengan hukuman seperti push up atau yang lain, bukan dipukul. Kalau seperti sekarang kan rakyat kasihan. Sudah lapar, dipukuli pula,” pungkasnya.
Teranyar, viral di media sosial video yang memperlihatkan Satpol PP memukul seorang ibu yang diduga hamil di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
“Melihat banyak fenomena di masyarakat terkait cara aparat menertibkan warung dan rumah makan di berbagai daerah, jujur saya kecewa. Kondisi mereka sudah sangat sulit karena adanya PPKM Darurat ini,” keluh Sahroni.
Utamakan Empati
Senada dengan pendapat Sahroni, Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani mengimbau pemerintah dengan aparatnya untuk mengedepankan empati selama penegakan aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di sejumlah daerah. Pendekatan persuasif dan humanis mesti diutamakan agar seluruh lapisan masyarakat memahami ancaman penyebaran virus yang telah memakan banyak korban jiwa ini.
“Untuk mau mengikuti aturan PPKM Darurat itu, rakyat harus dipersuasi, jangan dimarahi-marahi, apalagi langsung main semprot,” ujar Puan dalam keterangan resmi. Meski demikian, ia memahami tidak semua aparat bertindak dengan cara seperti itu.
“Ada juga yang sangat persuasif. Bahkan sampai memberi ganti rugi para pedagang. Tapi tolong sebisanya hindari kericuhan dalam penegakan aturan di lapangan,” tegas Puan. Politisi PDI-Perjuangan itu turut menyayangkan masih adanya penegakan aturan PPKM Darurat yang kurang mengedepankan sisi humanis. Hal tersebut berdampak dengan munculnya spontanitas dari sejumlah warga masyarakat yang berbuntut kericuhan. Untuk itu ia mengimbau agar pemerintah perlu mengetahui bahwa masyarakat tidak bermaksud melanggar PPKM Darurat di tengah ancaman Covid-19.
“Tetapi, perlu juga kita sadari bahwa masih ada kebutuhan pokok rakyat yang tidak terpenuhi dengan adanya pembatasan ini,” papar Puan. Seperti yang diketahui, PPKM darurat diterapkan pemerintah di wilayah Jawa dan Bali mulai 3 hingga 20 Juli 2021.
Selama PPKM Darurat, sejumlah sektor mulai dari pendidikan, usaha, transportasi, seni budaya, pariwisata, kuliner, hingga sosial kemasyarakatan dibatasi aktivitasnya. Dengan pemberlakuan PPKM darurat ini, Puan mendorong pemerintah untuk segera mempercepat terealisasinya perlindungan sosial bagi masyarakat terdampak PPKM darurat.
Apalagi, sebagian dari masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya di sektor informal, industri pariwisata, dan industri kreatif. “Tidak sedikit rakyat yang mencari nafkah di sektor-sektor informal. Kalau mereka tidak bekerja hari itu, maka tak ada penghasilan yang bisa membuat dapur ngebul,” ujarnya.
Lebih lanjut ia bilang, akselerasi penyampaian bantuan akan sangat bermanfaat untuk menopang daya beli masyarakat yang memang masih belum pulih akibat pandemi. Maka Puan pun mengajak seluruh masyarakat untuk tetap menyalakan optimisme di tengah pandemi. Ditambah lagi, pemerintah dan seluruh unsur masyarakat terus bekerja keras untuk menghadapi pagebluk yang memang belum mereda. “Saya mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk tetap bersatu hati, berjuang untuk tetap menyalakan optimisme dalam menghadapi pandemi ini,” pungkasnya
Jangan Langsung Denda
Mencermati dinamika di lapangan terkait penegakan hukum yang sering viral di media sosial dan media online, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengeluarkan imbauan kepada semua pihak, khususnya aparat penegak hukum. Ridwan Kamil melontarkan imbauannya tersebut melalui akun Instagram pribadi, @ridwankamil. “Dengan ini saya sampaikan imbauan kepada semua pihak untuk taat pada aturan dan prokes (protokol kesehatan) di masa sulit untuk semua orang,” tuturnya.
Ridwan Kamil lalu menjabarkan sembilan proses penegakan hukum dengan tulisan tangan yang dibagi dalam kategori ringan, sedang, dan berat.
Prosesnya adalah sebagai berikut: Pelangaran Ringan akan dikenakan teguran lisan dan teguran tertulis. Selanjutnya pelanggaran sedang akan dilakukan Sita KTP, Hukuman sosial dan Pengumuman publik. Adapun bila terjadi pelanggaran berat maka akan dikenakan Denda, Penghentian sementara, Penghentian tetap dan Pembekuan izin usah.
Ridwan Kamil khusus meminta kepada aparat yang terlibat dalam penegakan hukum selama pandemi Covid untuk memahami urut-urutan dalam proses sanksi. Menurut dia, dengan diskresi dan rasa bijak, jika ada yang melanggar, diharapkan bisa melalui proses 1-5 dahulu. “Jangan langsung ke nomor 6, yaitu proses denda. Apalagi jika yang melanggar prokes dan aturan adalah mereka yang sedang mencari nafkah di golongan ekonomi jalanan,” tuturnya. Pria yang akrab disapa Kang Emil ini pun berharap semua proses penegakan hukum dilakukan secara manusiawi dan humanis. “Semoga semua dari kita bisa saling bekerja sama dan saling memahami. Aamiin,” ujar Ridwan Kamil.
Tidak Represif
Pemerintah disarankan untuk tidak represif dengan menunjukkan arogansi kekuasaan saat menertibkan masyarakat di tengah kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Pakar politik dan hukum Universitas Nasional (Unas), Saiful Anam mengatakan, rakyat tidak membutuhkan sikap represif di saat pandemi Covid-19, melainkan membutuhkan sikap dan imbauan pemerintah yang humanis agar dipatuhi rakyatnya.
“Tentu pemerintah harus tegas, tapi bukan berarti represif, saya kira juga harus introspeksi juga kenapa kemudian masyarakat tidak patuh terhadap imbauan masyarakat, jangan-jangan masyarakat hanya untuk cari makan,” ujar Saiful. Pandangan Saiful merespons sikap aparat pemerintah di Semarang yang menyemprotkan para pedagang menggunakan air dari mobil pemadam kebakaran serta membawa barang-barang dagangan.
“Saya kira kalau pemerintah memenuhi kebutuhan masyarakat baik dalam bentuk bantuan atau apapun macamnya, maka saya kira masyarakat dengan tenang mengikuti imbauan pemerintah untuk melaksanakan PPKM Darurat dengan sebagaimana mestinya,” jelas Saiful. Akan tetapi, jika pemerintah hanya memerintahkan masyarakat untuk di rumah saja tanpa diikuti dengan bantuan yang mencukupi untuk masyarakat, maka pemerintah dianggap keterlaluan, apalagi bertindak represif kepada masyarakat. “Karena kita tahu semakin represif bukan berarti mereka akan semakin patuh, pasti mereka tentu akan berfikir untuk melakukan perlawanan-perlawanan,” pungkas Saiful.
Semua Taat Aturan
Dari uraian di atas semakin jelas bagi kita bahwa penegakan hukum dalam rangka PPKM Darurat harus ditaati oleh semua pihak tanpa kecuali. Masyarakat taat prokes, dan aparat pun taat dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh mendagri.Yakni intinya mengedepankan sikap humanis, persuasif, manusiawi dan menghilangkan kekerasan ketika melakukan patroli penegakan hukum.
Dan tampaknya sangat seiring sejalan bahwa pendekatan harus dilakukan oleh aparat terlebih dulu kepada masyarakat. Dan dengan komunikasi yang santun, pembagian paket Bansos, alat kesehatan, obat terapi bagi masyarakat terdampak, sangat efektif untuk dilakukan. Jadi, alih-alih hanya mengamankan dan menegakkan hukum, polisi justru akan lebih mudah pekerjaannya karena dibuka dengan komunikasi dan penyerahan bantuan. Dengan begitu, masyarakat akan merasa lebih nyaman karena kebutuhannya dicukupi. Ujungnya, mereka akan lebih mudah diarahkan untuk lebih menaati protokol kesehatan dengan baik dan konsisten. (Saf).