Sejarah hubungan TNI dan Polri di masa kontemporer terutama sejak masa Reformasi, masih terus menjadi sorotan dan bahasan. Pertanyaan kunci adalah mengenai aspek sentral penciptaan harmonisasi yang mutlak perlu di antara kedua institutsi tersebut. Apa saja tantangan yang masih dihadapi serta bagaimana dapat secara efektif diimplementasikan. Pada intinya para pengamat menganggap bahwa masih banyak beban dan masalah psikologi kultural yang masih harus dihadapi di masa kini. Semua ini adalah merupakan bagian dari apa diwariskan ketika TNI dan terutama TNI Angkatan Darat masih merasa memiliki perasaan superioritas sebagai saudara tua terhadap Polri ketika masih bernaung di bawah ABRI. Banyak pihak yang masih menilai bahwa usaha-usaha mereka masih belum maksimal dan sungguh-sungguh, bahkan dituduh masih sebatas keberhasilan secara wacana atau jargon semata. Lebih jauh lagi sebenarnya lebih penting untuk menilai sejauh mana keharmonisan memang terpupuk di level bawah yang lebih sulit diciptakan dibanding tingkat elit pimpinan di atasnya. Pendeknya, pemupukan dan penguatan aspek sinergitas dan soliditas dalam hubungan antara keduanya sudah menjadi kewajiban pemimpin tertinggi kedua institusi ini untuk meninggikan ekspektasi ke depannya. Sebagaimana diketahui, berbagai gesekan karena provokasi antara personel TNI dan Polri masih terus terjadi dan menciptakan konliik. Perbaikan hubungan TNI-Polri jelas harus dilakukan di semua lini agar perseteruan yang masih melibatkan anggota TNI-Polri yang menunjukkan ketidakharmoniasan itu, tidak akan dapat terjadi kembali.
Jakarta, 11 November 2021. Jenderal Andika Perkasa kini telah resmi disetujui oleh DPR RI sebagai calon Panglima TNI yang baru untuk menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang segera memasuki masa pensiunnya. Komisi I DPR dengan Ketuanya Meutya Hafid telah menyetujui pemberhentian dengan hormat atas Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI dan tidak laupa pual memberikan apresiasi dan dedikasi yang setinggi-tingginya. Sesudah mendapat persetujuan DPR, Andika Prakasa kini tinggal menunggu tanggal resmi pelantikannya oleh Presiden Joko Widodo yang sesudahnya akan menandai lembaran baru dalam sejarah TNI ke depannya. Secara langsung maupun tidak langsung, hal ini juga akan mempengaruhi perkembangan hubungan TNI dan Polri yang selama ini sudah terjalin semakin kokoh dan solid yang antara lain ditunjukkan oleh rekam jejak aksi dan kesungguhan pemimpin kedua insitusi selama ini dalam membina hubungan antara keduanya.
Seperti Marsekal Hadi Tjahjanto, sosok Andika dikenal sebagai pemimpin yang tampaknya menaruh perhatian yang tak kalah serius soal kian terjalinnya sinergitas antara TNI-Polri. Baru-baru ini ia mengharapkan agar kerjasama pendidikan antara TNI-AD dan Polri yang sudah disepakati untuk segera dilaksanakan sesuai dengan penandatanganan naskah kerjasama TNI-AD dan Plri yang bertajuk Penyelenggaraan Kegiatan Terintegrasi Pada Pendidikan Pembentukan/Pendidikan Pertama, Pendidikan Pengembangan/Pendidikan Pembentuk Perwira dan Pendidikan Pengembangan Umum. Kerja sama pendidikan integrasi nantinya tak hanya dilakukan pada tingkat Perwira Menengah ke atas, tapi juga diperuntukkan pada tingkat Perwira Pertama, Bintara, hingga Tamtama.
Cara Inovatif Meningkatkan Hubungan Keduanya
Pernyataan tersebut jelas menunjukkan naiknya tingkal atau level dari hubungan kedua insitutusi ini. Artinya sinergitas dan soliditas yang kompak sudah harus dipererat dan dijaga pada semua tingkatan, di manapun dan kapanpun. Kekompakan hubungan yang kian solid antara TNI dan Polri antara lain juga telah dibuktikan lewat penanganan pandemi Covid-19 dan kesuksesan gelaran PON Papua yang tampaknya dipuji banyak kalangan dan masyarakat.
Sinergitas dan soliditas kerjasama antara kedua institusi dalam mencegah lonjakan Covid-19 membuktikan bahwa Indonesia mampu menanggulagi tantangan pandemi besar ini. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo selama ini merasa bangga dan puas dengan terjalinnya soliditas dan sinergitas antara TNI-Polri yang tampak semakin kompak. Menurutnya, kekompakan para abdi negara yang disokong oleh masyarakat besar kontribusinya selama ini. Kekompakan kedua pemimpin tersebut selama ini ditampilkan dengan begitu menonjol. Tampaknya hal itu untuk menunjukkan kesungguhan mereka untuk bekerja kompak, bahu-membahu dengan harmonis sehingga di kemudian hari dapat menjadi rujukan dan bukti sejarah.
Marsekal Hadi Tjahjanto selama ini tampak hadir dalam banyak even penting bagi kemajuan Polri. Ia juga terkejut dan mengapreaasi upaya Jenderal Pol Drs. Listyo Sigit Prabowo yang telah menyempatkan diri mendatangi langsung Subden Merdeka Barat Denma Mabes TNI, Jakarta Pusat (5/10) untuk mengucapkan selamat Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 TNI secaea khusus kepadanya. Bahkan di masa akhir kepemimpinannya, Ia pun menyempatkan hadir dalam peresmian kompleks Brimob Presisi yang berlangsung di Manggarai NTT baru-baru ini. Dalam kesempatan tersebut bahkan Kapolda NTT menyatakan ia mengapreasi kehadiran Kapolri dan Panglima TNI yang merupakan bentuk yang jelas dari pemupukan sinergitas dan soliditas di antara TNI-dan Polri.
Tidak berlebihan untuk menyatakan bahwa baik Kapolri Sigit maupun Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto merupakan figur-figur penting yang akan dicatat dalam sejarah hubungan TNI dan Polri dalam era kontemporer. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa berbagai tantagan semakin kompleks sementara soliditas dan sinergitas TNI-Polri masih harus terus dipupuk.
Akar Hubungan TNI-Polri di Masa Lalu
Kata kompak dan kekompakan tampaknya menjadi kunci yang mutlak diperlukan agar soliditas, sinergi dan keharmonisan kerja personel kepolisian dan tentara berjalan seefektif dan seefisien mungkin. Pertanyaannya adalah mengapa hal ini selalu menjadi obsesi dan wacana strategis ketika membicarakan sepak terjang dan aksi TNI-Polri? Apakah isu seperti ini merupakan buah dari sejarah keduanya di masa lalu?
Yang jelas, hubungan khusus antara TNI dan Polri sudah lama tercipta, bahkan sejak awal berdirinya organisasi tersebut di masa awal kemerdekaan. Artinya keduanya lahir dan merupakan produk dari generasi pejuang 1945. Meski sebenarnya mereka memiliki peran yang saling mengisi, namun sudah sejak awalnya, hubungan itu sudah dipenuhi oleh aspek-aspek ketegangan yang sering terjadi. Meskipun lahir dalam kontek perjuangan yang sama walau dengan fungsi yang berlainan, dalam upaya pelurusan sejarah hubungannya, masih sering terlihat munculnya klaim-klaim komparasi untuk memperlihatkan pihak-pihak mana yang dianggap lebih penting dan berperan dibanding pihak-pihak lainnya.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa sekelompok Polisi bersenjata di Surabaya telah nyata berasa di belakang Republik Indonesia yang baru berdiri seminggu lamanya. Mereka berjuang karena merasa siap bertempur demi mempertahankan republik karena sudah bersenjata. Meski jumlahnya tidak seberapa, polisi istimewa telah maju di Front 10 November Surabaya, dengan nama Mobile Brigade (Mobrig). Mobrig dalam perjalanan sejarahnya kemudian menjadi cikal bakal dari Brimob.
Sementara itu, TNI (Tentara Nasional Indonesia) lahir pada 5 Oktober 1945 sesudah didahului oleh pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 22 Agustus. Tanpa peran pasukan polisi istimewa di bawah M Jassin, tidak akan pernah ada peristitwa November 1945, kata Mayor Jenderal Soedharto, mantan anggota Tentara Rakyat Indonesia Pelajar (TRIP) dalam publikasi Memori Sang Polisi Pejuang, meluruskan sejarah kelahiran Polisi Indonesia (2011). Pada saat itu, TNI masih belum memiliki senjata seperti mereka.
Sejarah kemudian juga mencatat bahwa, bersama tentara, satuan Mobrig juga kemudian ikut serta dalam menghadapi pergolakan bersenjata di daerah-daerah setelah ikut berperang melawan Belanda di masa Revolusi. Selain Brimob, anggota polisi yang lain juga ikut serta terlibat dalam revolusi. Juga termasuk Polisi dengan tugas intelijen di bagian pengawas Aliran masyarakat (PAM) di bawah Komisaris Omargatab, mereka berperan mengumpulkan data penting mengenai musuh-musuh negara.
Bersatu di bawah naungan ABRI
Tugas antara TNI dan Polri memasuki babak baru seiring dengan muncul dan berkembangan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto. Pada era ini, Kepolisian dimasukkan ke dalam Angkatan bersenjata Repubik Indonesia (ABRI) di bawah kendali presiden dengan panglima yang membawahi angkatan masing-masing.
Penggabungan TNI dan polisi terjadi sejak 1962. Pada masa ini, baik personel Angkatan Darat maupun Angkatan Kepolisian keduanya ditugaskan di daratan meskipun dengan tugas yang berbeda. Bila AD menjadi personel keamanan, maka polisi yang ditugaskan memelihara ketertiban. Keduanya memiliki jenis persenjataan yang berbeda. Di sinilah suatu persaingan antara keduanya tidak terelakkan. Apalagi personel keduanya juga dianggap memiliki kedudukan yang berpengaruh di dalam masyarakat luas.
Sesuai dengan agenda Reformasi, Pasca pemilu 1999 Polri akan menjadi lembaga mandiri yang sejajar dengan lembaga hukum lainnya dan kementrian. Pemisahan antara polisi dan tentaa adalah dimaksudkan guna menegaskan kembali tugas dan fungsi pokok serta lingkup tanggung jawab masing-masing. Lembaga kepolisian bertugas dan difungsikan dengan hal-hal yang berkaitan dengan keamanan dan pengamanan wilayah sipil, sedangkan tugas dan fungsi TNI berkaitan dengan keamanan dan pertahanan negara secara militer.
Yang menjadi landasan hukumnya adalah UU No. 2/2002 tentang Polri dan UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara. Dan selanjutnya baru dibentuk UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI. “Pemisahan yang tegas ini membuat posisi Polri tidak mudah diintervensi dan dikooptasi kekuatan lain. Reposisi tersebut mengembalikan posisi Polri kembali ke khitah tahun 1946-1959, yaitu bertanggung jawab langsung kepada Presiden selaku Kepala Negara,” jelas Lalu Misbah Hidayat, anggota DPR periode 2004-2009, dalam publikasi, Reformasi Administrasi: Kajian Komprehensif Pemerintahan Tiga Presiden (Bacharuddin Jusuf Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri).
Jelaslah bahwa sejarah hubungan antara kedua institusi ini memang panjang, kompleks dan harus juga jujur dirujuk untuk pencarian solusinya. Elemen sejarah masala lalu merupakan aspek yang memperlihatkan bagaimana strategi yang harus di tempuh pada masa yang lebih relevan.
Hubungan di Era Kontemporer
Sejarah hubungan TNI dan Polri di masa kontemporer terutama sejak masa Reformasi, masih terus menjadi sorotan dan bahasan. Pertanyaan kunci adalah mengenai aspek sentral penciptaan harmonisasi yang mutlak perlu di antara kedua institutsi tersebut. Apa saja tantangan yang masih dihadapi serta bagaimana dapat secara efektif diimplementasikan.
Pada intinya para pengamat menganggap bahwa masih banyak beban dan masalah psikologi kultural yang masih harus dihadapi di masa kini. Semua ini adalah merupakan bagian dari apa diwariskan ketika TNI dan terutama TNI Angkatan Darat masih merasa memiliki perasaan superioritas sebagai saudara tua terhadap Polri ketika masih bernaung di bawah ABRI.
Banyak pihak yang masih menilai bahwa usaha-usaha mereka masih belum maksimal dan sungguh-sungguh, bahkan dituduh masih sebatas keberhasilan secara wacana atau jargon semata. Lebih jauh lagi sebenarnya lebih penting untuk menilai sejauh mana keharmonisan memang terpupuk di level bawah yang lebih sulit diciptakan dibanding tingkat elit pimpinan di atasnya.
Pendeknya, pemupukan dan penguatan aspek sinergitas dan soliditas dalam hubungan antara keduanya sudah menjadi kewajiban pemimpin tertinggi kedua institusi ini untuk meninggikan ekspektasi ke depannya. Sebagaimana diketahui, berbagai gesekan karena provokasi antara personel TNI dan Polri masih terus terjadi dan menciptakan konflik. Perbaikan hubungan TNI-Polri jelas harus dilakukan di semua lini agar perseteruan yang masih melibatkan anggota TNI-Polri yang menunjukkan ketidakharmoniasan itu, tidak akan dapat terjadi kembali. Tantangan yang kompleks dan tidak mudah dilakukan ini akan menjadi tugas dihadapi Kapolri Sigit maupun Panglima TNI Andika Prakarsa dari dalam waktu dekat ini, dan diharapkan akan meneruskan dan menguatkan hal-hal yang sudah dirintis sebelumnya (Isk – dari berbagai sumber).
Baca juga : Sinergitas TNI-POLRI Di Singajaya Garut Pada Gerai Vaksin TNI-Polri