Menurut pengamat sosial Dr Keith Foulcher, melibatkan aparat penegak hukum termasuk kepolisian dalam upaya tracing bukanlah ide yang baik dalam penanggulangan penyakit dalam konteks Australia. Pemerintah menganggap kejujuran dan partisipasi aktif masyarakat lebih penting daripada upaya menakut-nakuti dan pengenaan sanksi oleh polisi. Pada dasarnya masyarakat di manapun tidak nyaman berhubungan dengan polisi. Dikhawatirkan data Covid-19, termasuk dalam tracing kontak erat yang melibatkan antara polisi, menurutnya tidak akan benar-benar mencerminkan data yang sesungguhnya. Dengan penduduk yang hanya berjumlah 25 juta jiwa, tentu masalah Australia tidak sekompleks Indonesia sehingga diperlukan model dan sistem pengawasan yang berbeda. Salam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia kolaborasi dari berbagai pihak dianggap perlu, yakni antara pemerintah pusat, pemerintah Kabupaten dan jajaran TNI-Polri melalui bidan desa, babinsa dan bhabinkamtibmas untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Meskipun pandemi sudah hampir dua tahun, mengungkapkan kejujuran terhadap kondisi kesehatan guna kepentingan tracing masih menjadi tantangan besar. Semoga penerapan aplikasi ini memberikan harapan baru untuk mengetahui lansekap penularan Covid-19 di Indonesia.
Jakarta, 8 Agustus 2021. Pandemi Covid-19 masih belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Berbagai upaya dan ihtiar terus dicari untuk meminimalisasi dampak dan penyebaran varian baru Covid-19. Menurut Aris Katzourokis dari Universitas Oxford, merebaknya varian delta Covid-19 yang tidak terkendali di Indonesia adalah fakta yang sangat meresahkan. Dikawatirkan Indonesia bisa menjadi tempat ideal lahirnya varian baru yang lebih ganas, sebagai evolusi varian delta yang sudah merenggut lebih dari 100 ribu jiwa warganya. Mengontrol pandemi Covid-19 sudah harus menjadi prioritas penting di Indonesia. Harus diakui bahwa kebijakan sistem pelacakan Covid-19 di Indonesia selama ini masih merupakan aspek yang paling lemah. Data yang terkumpul selama ini masih belum akurat dan menunjukkan fakta yang sebenarnya di lapangan. Dengan infeksi harian rata-rata 40.000 kasus per sehari, menurut epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Poernomo paling sedikit 600.000 kontak erat harus segera dilacak di Indonesia.
Pentingnya tracing dalam penanganan pandemi baru diakui pemerintah Indonesia setelah 18 bulan wabah berjalan. Seiring dengan kebutuhan mendesak usaha pelacakan seperti itu, Pemerintah Indonesia menghadirkan teknologi sistem tracing digital, berupa suatu aplikasi yang diharapkan efektif melakukan penelusuran kontak pasien Covid-19 (tracing Covid-19) secara lebih tepat dan terintegrasi. Pelacakan sebelumnya tampak lebih banyak dilakukan secara manual, jauh tertinggal dengan negara-negara tetangga seperti Singapura atau Australia. Pelacakan menggunakan cara manual juga sangat membatasi. Penerapan aplikasi tracing digital SiLacak dirilis Kemenkes pada 14 Juni 2021 lalu.
Aplikasi SiLacak
Berdasarkan deskripsi aplikasi di Google Play Store, SiLacak menggunakan teknologi flutter dan DHIS2 untuk pendataan. Flutter merupakan bentuk kerangka kerja persistensi offline. Sedangkan DHIS2 ialah platform ‘open source ‘yang dapat memvisualisasikan data kesehatan dalam berbagai dimensi. Dengan pencatatan secara digital atas data kontak erat pasien covid-19, pelacakan oleh tracer yang menggunakan SiLacak bisa lebih mudah dilakukan, sebab setiap petugas tracing akan memegang akun SiLacak.
Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Alexander Ginting mengungkapkan bahwa dengan menggunakan aplikasi ini, pemerintah bisa menargetkan 15 orang menjalani tracing Covid-19 per satu kasus mengingat daerah penyebaran covid-10 yang sangat luas di Indonesia. Artinya, dengan aplikasi SiLacak, target 15 orang penelusuran per satu kasus konfirmasi atau 1:15 diharapkan dapat tercapai. Tracing ini juga tidak hanya berusaha menemukan kontak erat. tapi memantau isolasi mandiri kontak erat pula. Begitu 15 kontak terdekat pertama dapat diidentifikasi, hasilnya langsung dilaporkan melalui aplikasi SiLacak atau lewat laman SiLacak. Kemkes. Go.id. Server SiLacak sudah langsung terhubung ke pusat sehingga data tracing dapat langsung dimonitor Kemenkes RI. Munculnya aplikasi ini menimbulkan pertanyaan baru. Sebenarnya selama ini sudah ada aplikasi yang dinamakan peduli.Lindungi yang dirilis Maret 2020 lalu oleh Kominfo dan meminta seluruh masyarakat Indonesia untuk menggunakannya. Pengguna aplikasi ini diberi peringatan ketika masuk area potensial sebaran Covid-19. Ponsel mereka juga akan mendapatkan notifikasi informasi area yang tidak aman. Selain itu, Kominfo juga mengembangkan aplikasi pemagaran (fencing) pada pasien Covid-19. Ada juga fitur tracking closed-contact user dengan menggunakan GPS, demi menjaga jarak dengan warga lain. Selanjutnya ada fitur tracing pengguna hingga 14 hari ke belakang dengan menggunakan bluetooth. Ada juga fitur kode QR yang memuat riwayat perjalanan pengguna. Fitur ini bisa digunakan di di tujuh pintu masuk.
“Masuk perbatasan, histori perjalanan WNI dan WNA terdeteksi, historikal perjalanannya,” jelas Menteri Kominfo Johnny G Plate saat itu (26/3/2020). Juru bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Dedy Permadi menegaskan bahwa pada dasarnya aplikasi SiLacak dan PeduliLindungi sama-sama bertujuan mendukung pelaksanaan surveilans kesehatan selama pandemi Covid-19. Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi data secara sistematik. Perbedaan, PeduliLindungi diluncurkan oleh Kementerian Kominfo. Sedangkan SiLacak dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). PeduliLindungi menggunakan sistem digital untuk fungsi tracing, testing, dan tracking. Sedangkan SiLacak berfungsi khusus untuk pelacakan kontak erat. Dengan aplikasi SiLacak, hanya petugas lapangan saja yang bisa melacak kontak pasien Covid-19. Sedangkan aplikasi PeduliLindungi bisa digunakan oleh masyarakat umum.
SiLacak berkombinasi dengan InaRisk agar kuat
Untuk memperkuat fungsinya, aplikasi SiLacak juga dikombinasikan dengan InaRisk, yang merupakan aplikasi berisi informasi tingkat bahaya suatu wilayah. Aplikasi ini mampu mendeteksi kadar gangguan Covid-19 sehingga bisa memudahkan petugas melakukan tracing. Demikian penjelasan Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19, Alexander Ginting. Aplikasi InaRisk dibuat oleh BNPB guna melakukan penilaian mandiri terkait perlu atau tidaknya melakukan tes cepat (Rapid Test) Covid-19 dengan harapan rasio perbandingan yang telah ditetapkan oleh standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dapat maksimal. Selain itu, aplikasi penggunaan InaRisk juga bertujuan mendeteksi penyebaran Covid-19 dan menyusun strategi pelaksanaan program, kebijakan, serta kegiatan untuk mengurangi risiko bencana Virus Covid-19.
InaRisk bisa digunakan untuk mengetahui risiko bencana alam yang akan terjadi di sekitar, seperti banjir, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, abrasi, gempa bumi, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, letusan gunung api, tanah longsor, tsunami, dan bencana multibahaya. Aplikasi inaRisk menyediakan informasi daerah mana yang masuk zona merah, zona oranye, zona kuning, atau zona hijau. Dengan demikian jelas kedua aplikasi bisa saling melengkapi.
Pelaksanaan di Lapangan
Dengan penularan Covid-19 yang cepat dan masif, tentu saja optimalisasi penggunaan aplikasi ini dirasa sangat menjanjikan. Apalagi hanya butuh waktu 3 hari Covid-19 di dalam komunitas sudah langsung menular. Dengan tingginya tracing, secara otomatis rantai testing terhadap kontak erat bisa dinaikkan, sehingga kasus positif Covid-19 juga akan tinggi. Kelebihan lain aplikasi teknologi tracing SiLacak ini adalah dapat dijalankan secara offline. Bahkan record data bisa dilakukan ketika berada di area yang sulit akses jaringan.
Data setiap temuan kasus positif Covid-19 akan dikirimkan ke koordinator tim melalui WhatsApp. Selanjutnya, koordinator membagi tugas kepada para tracer untuk menanyakan kontak erat dari kasus tersebut. Bila tidak direspons, petugas bakal langsung mendatangi tempat tinggal pasien positif tersebut. Penelusur lalu meminta data kontak erat pada setiap kasus positif dan bakal dimasukan ke dalam aplikasi SiLacak. Aplikasi SiLacak dan InaRisk telah diterapkan Pemerintah di beberapa daerah. Pemerintah pusat berkeinginan memantau kabupaten-kabupaten yang memiliki kinerja pelacakan yang agak minim dan diharapkan bisa terbantu dengan aplikasi ini. Sebagai program penguatan tracing dalam penanganan pandemi Covid-19, aplikasi SiLacak diterapkan di 51 Kabupaten/kota di 10 provinsi di seluruh Indonesia, antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Kalimantan Selatan.
Filosofi utama dari aplikasi ini adalah ‘Kalau para tracer yang bertugas bisa lebih cepat menemukan kontak erat, penanganan wabah ini tentu akan lebih cepat tertangani.’ Namun adanya masyarakat yang masih enggan dilacak lantaran masih adanya stigma negatif Covid-19 jelas merupakan tantangan yang harus tetap diwaspadai oleh Pemerintah meskipun aplikasi ini sudah tersedia. Oleh karena itu, selain harus mampu memberikan pelatihan prima terhadap petugas tracer untuk mengoperasikan SiLacak secara optimal, Pemerintah perlu pula melakukan edukasi kepada masyarakat, terkait manfaat tracing. Sebab, bila ada kasus positif tapi tidak dilaporkan antara lain karena mereka berbohong, maka upaya tracing sia-sia dan mustahil dapat dilakukan.
Perlunya Pelatihan Bagi Tracer
“Petugas pelacakan membutuhkan pelatihan cara memasukkan data ke sistem SiLacak agar prosesnya dapat berjalan lancar,” kata Juru Bicara Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi. “Dengan adanya pelatihan sosialisasi dua aplikasi di sini, Bhabinkamtibmas dapat mengaplikasikannya di lapangan dan segera dapat berkoordinasi dengan empat pilar yang menggunakan dan menerapkan aplikasi ini, yaitu Babinsa, Bhabinkamtibmas, pihak kelurahan, dan bidan desa atau bidan kelurahan,” jelas Paur Subbag Humas Polres Lumajang, Ipda Andrias Shinta. Perlu diketahui bahwa dalam upaya penanggulangan pandemi ini, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto telah menerjunkan 63 ribu pasukan, khususnya para Babinsa yang sudah ditunjuk menjadi petugas tracer. Selain mereka, Polri juga melibatkan unsur bhabinkamtibmas sebagai tenaga tracer.
Pelatihan-pelatihan untuk memastikan sistem aplikasi berjalan maksimal sudah diadakan di berbagai tempat, antara lain di puskesmas-puskemas. Selama bulan Juli lalu pelatihan-pelatihan itu menghadirkan berbagai narasumber dari Dinas kesehatan kabupaten. Di banyak kota dan kabupaten para tracer dilaporkan telah dibekali pengetahuan dan sosialisasi penggunaan aplikasi SiLacak melalui Android untuk tracking pasien terkonfirmasi Covid-19. Seusai pelatihan, mereka dituntut sudah lihai menggunakan aplikasi yang disediakan Mabes TNI itu. Para tracer yang diperkenalkan dengan aplikasi ini terdiri atas bidan desa, aparat bhabinkamtibnas dan babinsa, keroordinasi puskesmas di masing-masing wilayah.
Tujuan pelatihan-pelatihan itu untuk menjalin kerjasama dan koordinasi dengan tim puskesmas untuk penguatan testing, tracing, dan treatment (3T). Peran aktif babinsa dan bhabinkamtibmas memang dianggap vital. Kerja mereka di lapangan diharapkan menjadi pelopor dan ujung tombak bagi penekanan penyebaran Covid-19 terutama untuk wilayah binaan mereka. Dengan aplikasi ini diharapkan mereka dapat mudah mencari dan memantau kontak erat kasus yang terkonfirmasi covid-19 di wilayah mereka dengan cepat dan akurat agar percepatan penanganannya dapat dilakukan.
Memastikan penerapannya
Aplikasi SiLacak maupun InaRisk disebutkan merupakan gagasan atau ide yang diluncurkan pihak Mabes TNI sebagai upaya mengatasi masalah pandemi Covid-19. Begitu pentingnya peran tracer ini, maka untuk memastikan aplikasi tersebut diterapkan dengan baik, Panglima TNI dan Kapolri dilaporkan turun gunung mengunjungi beberapa daerah. Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, bersama jajaran Forkopimda Jatim dilaporkan mendampingi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto melakukan pemantauan terhadap penerapan aplikasi tracing digital SiLacak di sejumlah puskesmas di Kab. Sidoarjo dan Kab. Malang pada 31/7/2021 lalu, bersama-sama Forkopimda dan pejabat lainnya. Mereka memantau penggunaan aplikasi SiLacak di puskesmas seraya mencari informasi secara detail mengenai data-data yang digunakan para tracer dan penanggung jawab test lacak, dan isolasi yang terkoneksi dengan Kementerian Kesehatan RI.
Mereka juga mengunjungi shelter isolasi untuk mengetahui sejauh mana proses pelacakan atau tracing dari masyarakat segera didapatkan. Dengan menggunakan SiLacak dan InaRisk, para petugas Babinsa dan bhabimkamtibnas dapat memfoto langsung lokasi-lokasi di mana masyarakat positif terpapar Covid-19. Ada 4 pilar di setiap wilayah yang dikunjungi yakni unsur TNI, Polri, kepala desa dan bidan desa. Mereka terlihat bekerjasama secara baik menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapi di di lapangan. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bersama Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dilaporkan meninjau persiapan aplikasi SiLacak di Kalimantan Selatan 5 Agustus 2021 lalu. Selanjutnya, pada 6 Agustus 2021 juga mengunjungi Balikpapan, Kalimantan Timur, meninjau ‘Serbuan Vaksinasi, Penyerahan Bansos dan pengecekan aplikasi Silacak dan InaRisk’ di daerah ini. Dalam kesempatan itu, Panglima TNI melakukan pengecekan langsung cara operasional pengaplikasian SiLacak oleh Babinsa, Bhabinkamtibmas dan Babinpotdirga. Di antaranya, dengan menghubungi langsung suspect dan melaksanakan prosedur sesuai aplikasi, dengan melaksanakan tracing yang dilanjutkan dengan swab, dan jika positif langsung masuk isoter yang ada di daerah setempat.
Apakah Efisien?
Petunjuk bahwa pelacakan sudah berjalan dengan lancar dan terukur bisa dilihat dari pelaporannya yang lebih terarah. Menurut epidemiolog Iwan Ariawan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, penggunaan aplikasi ini bisa efektif mengendalikan wabah. Menurutnya, selama satu pekan penggunaan SiLacak, angka tracing sudah menunjukkan situasi yang membaik, yakni menjadi 1:6. Kota Kediri baru-baru ini dilaporkan menjadi daerah dengan rasio tracing atau pelacakan COVID-19 terbanyak di Jawa Timur, atau menempati peringkat pertama dengan angka rasio 1 banding 6,09 (satu kasus berbanding 6,09 kontak erat).
Tingginya angka tracing di wilayah Kota Kediri itu sesuai data aplikasi SiLacak per tanggal 1 Agustus 2021. Menurut Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar (4/8/2021), capaian ini merupakan hasil sinergisitas nya dengan Kodim 0809 dan Polres, selain Babinsa dan Bhabinkamtibmas yang telah menjadi tim tracer di 46 kelurahan setempat. “Ini adalah kerja bareng antara tiga pilar yang sudah dimulai sejak dua pekan lalu. Masing-masing menurunkan anggotanya mencari kontak erat. Untuk entry data, Dinas Kesehatan Kediri dibantu Dinas Pendidikan yang mengirimkan operator dari sekolah untuk menjadi tracer digital,” jelasnya. Rasio tracing itu menurutnya masih bisa ditingkatkan lagi agar target tracing sebesar 15 hingga 30 kontak erat untuk tiap satu kasus positif dapat tercapai. Angka 1:6,09 diperoleh dari jumlah kontak erat yang terlacak tiap satu kasus positif, yang artinya di Kota Kediri terdapat enam kontak erat yang dapat terlacak tiap satu kasus positif. Data tersebut dari aplikasi Silacak, per 1 Agustus 2021.
Aplikasi SiLacak sekarang mulai diandalkan pemerintah guna memudahkan tracing kontak erat. Namun demikian, ternyata tidak semua puskesmas sudah memegang akun Silacak. Dilaporkan masih banyak puskesmas yang menunggu pusat karena sejumlah persyaratan masih harus dipatuhi. Di beberapa tempat malahan disebutkan ‘saat ini aplikasi SiLacak masih dalam tahap pengenalan kepada para tracer, yaitu bidan desa, aparat bhabinkamtibmas, babinsa, danramil, kapolsek dan kepala puskesmas’. Sementara pembekalannya ternyata masih belum merata sehingga menjadi urgen dilaksanakan.
Tracing kontak erat di Australia, di mana perbedaannya?
Semua negara sekarang ini secara global dihadapkan persoalan yang sama yakni pencarian cara paling brilian untuk mengelola resiko infeksi Covid-19, Ini tidak terkecuali dengan negara tetangga Australia. Usaha tracing kontak erat adalah salah satu area dan proses paling penting untuk mendapatkan cara mengidentifikasi siapa-siapa yang telah berkontak dengan orang yang terkonfirmasi terinfeksi Covid-19. Men-tracing kontak erat mereka adalah sulit dan kompleks bila hanya mengandalkan cara-cara manual. Dalam proses itu, mereka biasanya ditanyai siapa-siapa yang bersama mereka selama dua minggu terakhir. Namun, data mengenai informasi kontak erat yang hanya didasarkan ingatan seseorang secara manual itu jelas makan waktu, tenaga, dan yang lebih serius lagi merupakan proses yang tidak cepat dan akurat. Otoritas kesehatan perlu mendapatkan data tracing sesegera mungkin guna mengurangi dampak penularan di masyarakat setinggi-tingginya.
Dalam konteks ini penggunaan sistem tracing digital yang sangat komprehensif penting sekali. Dan hal ini sangat disadari di Australia. Sistem tracing QR Code di Australia selama ini telah berjalan dengan baik, solid, akurat, komprehensif. Tracing secara digital benar-benar dioptimalisasikan di Australia. Kontak antar ‘person to person’ karenanya benar-benar diminimalisasikan. Setiap orang wajib merekam kehadiran mereka di venue dengan menggunakan telpon seluler atau menuliskannya secara manual bila perangkat aplikasi tidak tersedia. Data terhubung dengan Dinas Pelayanan Australia atau Service Australia/Service NSW dan Service serupa di negara-negara bagian lainnya.
Berdasarkan data tracing, Pemerintah juga memperlihatkan tempat-tempat dan jam saat seseorang terdeteksi Covid-19 berada dan meminta mereka yang berada dalam jarak dekat untuk melakukan tes. Penelusuran atas tracing erat QR Code dilakukan pemerintah mengandalkan data yang kemudian tersimpan namun tetap memproteksi data privasi warga. Selain kepatuhan melaporkan diri lewat menu ‘Check in’ dan ‘check out’ di venue yang teridentifikasi Pemerintah, kepatuhan warga Australia melaporkan aspek-aspek pandemi juga lebih tinggi dibanding Indonesi. Kesadaran dan kepatuhan mereka itu terlihat dari data yang terekam, tersimpan dan kemudian teridentifikasi guna pembuatan keputusan yang lengkap, cepat dan akurat. Sistem pelacakan covid-19 di Australia sangat efisien dan membantu sekali upaya mencari data akurat seperti apa yang terjadi di lapangan. Di stasiun televisi, website dan media sosial pemerintah dan internet data-data terbaru ter-update terus-menerus selama 24 jam. Pemerintah membeberkan data jumlah infeksi tiap negara bagian pasien di rumah sakit, jumlah yang menggunakan ventilator dan zona-zona nya.
Sistem tracing kontak erat di Australia yang telah berjalan dengan baik, hanya melibatkan otoritas kesehatan. Sementara pelibatan dan bantuan dari aparat penegak hukum seperti kepolisian untuk fungsi-fungsi tracing, tidak seperti di Indonesia, sangat minimal, bahkan hampir tidak ada. Selama pandemi Covid-19, pihak kepolisian atau militer tetap ditenagakan namun hanya sebatas tugas penegakan hukum selama Lockdown maupun penegakan kepatuhan prokes. Mereka bertugas memastikan seseorang yang positif benar-benar patuh nay tinggal di rumah dan tidak melakukan pelanggaran. Menurut Dr Keith Foulcher, melibatkan aparat penegak hukum termasuk kepolisian dalam upaya tracing bukanlah ide yang baik dalam penanggulangan penyakit dalam konteks Australia. Pemerintah menganggap bahwa kejujuran dan partisipasi aktif masyarakat lebih penting daripada upaya menakut-nakuti dan pengenaan sanksi oleh polisi. Pada dasarnya masyarakat di manapun tidak nyaman berhubungan dengan polisi. Dikhawatirkan data Covid-19, termasuk dalam tracing kontak erat yang melibatkan antara polisi, menurutnya tidak akan benar-benar mencerminkan data yang sesungguhnya.
Tantangan
Dengan penduduk yang hanya berjumlah 25 juta jiwa, tentu masalah Australia tidak sekompleks Indonesia sehingga diperlukan model dan sistem pengawasan yang berbeda. Salam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia kolaborasi dari berbagai pihak dianggap perlu, yakni antara pemerintah pusat, pemerintah Kabupaten dan jajaran TNI-Polri melalui bidan desa, babinsa dan bhabinkamtibmas untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Di Australia hampir sepenuhnya dilakukan oleh otoritas kesehatan dan dengan model tracing satu pintu di mana semua informasi digital mengenai pandemi terintegrasi. Meskipun pandemi sudah hampir dua tahun di Indonesia, mengungkapkan kejujuran terhadap kondisi kesehatan guna kepentingan tracing masih menjadi tantangan besar bagi banyak warga Indonesia. Semoga penerapan aplikasi ini memberikan harapan baru untuk mengetahui lansekap penularan Covid-19 di Indonesia. (Isk – dari berbagai sumber)
Baca juga : Ketentuan Karantina dan Peran Polri