Pihak kehumasan kepolisian di banyak negara memiliki kepentingan bagi pengembangan teknologi informasi di lingkungannya sendiri agar proses pengelolaan informasi kemasyarakatan bisa diandalkan sesuai komitmen kepolisian setempat sebagai aparat hukum. Survei dan penilaian 100 hari kinerja Polri yang baru menunjukkan adanya daya ungkit, yakni kemampuan memperbaiki tugas-tugas kepolisian di bidang profesional dan pembinaan. Menanggapi masih banyaknya sorotan yang dialamatkan kepada lembaganya, Kepala Biro Penmas Humas Polri Brigjen Polisi Rusdi Hartono mengakui masih banyak program yang menjadi pekerjaan rumah baginya. Pada akhirnya yang dicita-citakan kita adalah semakin efisien, transparan dan tingginya daya akuntabilitas kinerja Polri di era Police 4.0. Biro Penmas memiliki tugas menunjukkan hal ini. Bila ada penelitian yang mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap Polri lewat Biro Penmas, hal ini bisa digunakan sebagai ukuran bagia upaya meningkatkan peran dan eksistensinya ini di mata publik. Ini juga akan menolong upaya Polri mengukur seberapa jauh dukungan dan legitimasi masyarakat dendalam menilai kepekaan dan transparansi kinerja kepolisian.
Jakarta, 21 Oktober 2021. Salah satu bagian dari Divisi Kehumasan Polri yang masih perlu disosialisasikan keberadaan dan fungsinya adalah Biro Penmas (Penerangan masyarakat). Sebagaimana penjelasan pada platform Instagram dan Twitter resminya, Biro Penerangan masyarakat (Biro Penmas) dibentuk untuk mengemban tugas dalam membina dan menyelenggarakan fungsi kemitraan serta penerangan masyarakat dalam mendukung pelaksanaan penyampaian baik intern Polri maupun masyarakat umum. Dalam sejarahnya, biro Penmas menjadi fungsi pertama kali sejak Humas Polri terbentuk tahun 1951. Berdasarkan Surat Keputusan Kapolri Jend Purn Said Soekanto pada 30 Oktober 1951, Humas Polri didirikan dengan nama Dinas Penerangan Polri (Dispenpol). Saat ini, Biro Penmas dikepalai oleh Brigadir Jenderal Polisi Drs Rusdi Hartono M Si.
Rusdi Hartono menjanjikan bahwa jajarannya akan selalu berkomitmen memproses setiap laporan yang masuk masyarakat. “Yang jelas setiap laporan masyarakat yang menginginkan pelayanan kepolisian di bidang penegakan hukum pasti akan ditindaklanjuti oleh Polri,” demikian janjinya. Setiap laporan masyarakat yang didasari alat bukti dan terbukti ada unsur pidana sudah pasti akan diproses hingga tuntas. Sebaliknya, apabila tidak ditemukan cukup bukti kuat untuk memperkarakannya, maka penghentian penyidikan dilakukan.
Kabag Penum Biro Penmas Divhumas Polri Kombes Pol. Dr. Ahmad Ramadhan, S.H., M.H., M.Si selanjutnya juga menyatakan bahwa pihaknya akan senantiasa merespon setiap keluhan dari masyarakat dengan mengacu pada tugas pokok Polri yang telah diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002. Tugas pokok Polri yang tertera di situ menerangkan bahwa bukan saja soal penegakan hukum, tapi juga memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, serta melindungi dan mengayomi masyarakat telah menjadi tugas utama Polri.
Presisi dan program E-Dumas
Dengan tugas yang diemban Biro Penmas itu, jelas ini bukanlah pekerjaan yang mudah, terutama menghadapi era modern Polisi 4.0. Masyarakat selama ini sudah diharapkan bisa memahami berbagai keterbatasan dan juga mengapresiasi upaya-upaya konkrit yang sudah diupayakan Polri selama ini. Era digitalisasipadai era pemolisian modern adalah sesuatu yang tak terelakkan dan menjadi perhatian pihak Polri. Itulah sebabnya sejak kepemimpinan Kapolri Jendral Sigit Listyo Prabowo, aplikasi online Dumas (pengaduan masyarakat) Presisi atau yang dikenal juga sebagai e-Dumas misalnya, menjadi salah satu program unggulan yang kemudian diperkenalkan, terutama guna membantu tugas-tugas kehumasan selama ini.
Pihak Polri mengharapkan bahwa penerapan aplikasi ini akan memudahkan masyarakat membuat laporan tanpa mereka sendiri datang ke polisi. Disebutkan bahwa aplikasi ini dapat memudahkan masyarakat melaporkan hal-hal yang terkait kinerja Polri dan anggota Polri selama ini.
E-Dumas menjadi kanal ideal yang merupakan suatu lompatan penting guna mengakomodasi dan mengatasi keluhan yang muncul dimasyarakat, seperti yang sudah disinggung oleh Kombes Pol. Dr. Ahmad Ramadhan. Aplikasi ini merupakan bentuk peningkatan pelayanan dan kemudahan yang disediakan Polri bagi masyarakat sehingga akan mampu menjadi media efektif membantu masyarakat yang ingin mengetahui sejauh mana perkembangan laporannya diproses selama ini. Fungsi yang tak kalah penting dari aplikasi ini adalah soal kepentingan transparansi dan handling complaint masyarakat luas.
Kritikan masyarakat
Namun tugas yang diemban Biro ini pun tidak jarang mendapat sorotan, terutama ketika masalah-masalah yang berpotensi mempertanyakan kembali soal profesionalitas Polri muncul. Persoalan seringkali dimulai ketika masyarakat semakin mengeluhkan bahwa informasi terkini, obyektif dan terpercaya masih sering kurang tersedia atau sulit diakses. Selain karena pihak Polri dianggap masih berkutat dan berfokus pada penciptaan konten-konten yang perbaikan pencitraan diri, juga karena belum pekanya komitmen mereka menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi perhatian masyarakat selama ini.
Meski tujuan profesionalitas sudah digembar-gemborkan dan dikedepankan selama ini, masyarakat menganggap masih banyak kasus yang masih terbengkalai atau dihentikan penyidikannya selama ini. Alasan yang dikemukakan Polri juga tidak mudah langsung diterima karena kritisnya masyarakat.
Pihak Polri sebaliknya dianggap kurang memiliki profesionalitas. Dengan terlalu menitikberatkan pada penciptaan citra kesuksesan institusinya, banyak kasus-kasus yang diabaikan dan terbengkalai. Tidaklah mengherankan kasus-kasus yang mencuat kembali dan viral di media sosial enjadi pengingat agar penegakan hukum dan keadilan menjadi perhatian aparat kembali.
Contoh paling jelas adalah kemunculan kembali kasus dugaan tiga anak yang diperkosa ayah kandungnya di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan belum lama ini. Keputusan Polri yang menghentikan penyidikannya dianggap tidak adil dan tidak menunjukkan kepekaan Polri. Sesudah munculnya peristiwa ini, kemudian juga muncul mengenai kasus menumpuknya persoalan pinjol ilegal yang bertahun-tahun belum terselesaikan.
Pihak kepolisian dianggap hanya rajin memberi janji-janji. Mereka baru memproses kasus-kasus yang mandek ketika desakan dari berbagai pihak termasuk Presiden berdatangan seperti pada kasus di atas karena menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Masyarakat semakin berani menuntut adanya transparansi dan profesionalisme Polri dalam menangani berbagai kasus yang mandek selama ini. Bila ingin menghapus anggapan kurang profesional, Polri harus bertindak dan merespon masyarakat agar sesuai dengan semangat presisi dan pemolisian digitalisasi.
Masyarakat tampak mengapreasi tanggapan cepat Polri saat menyikapi tagar viral PercumaLaporPolisi. Dengan berusaha memberikan penjelasan dan pertanggungjawaban menanggapi peristiwa itu, Polri berusaha menjelaskan proses penegakan hukum dan prosedur jelas penegakan hukum.
Respon tersebut telah turut meluruskan anggapan salah bahwa melaporkan kasus-kasus kejahatan ke polisi tidak selalu berarti suatu pekerjaan sia-sia. Polisi diapreasi karena tanggap melakukan langkah-langkah baru guna mencari penyelesaian kasus Luwu tersebut. Mereka juga tampak bersungguh-sungguh melakukan penanganan lebih intensif atas kasus-kasus pinjol ilegal, lewat penggrebekan dan penangkapan-penangkapan yang ditunjukkan selama ini. Semua ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap imej buruk penanganan-penanganan kasus oleh Polri selama ini.
Perluasan Edukasi
Dari kasus viralnya kasus-kasus itu, tampaknya tugas memberi edukasi yang diperluas merupakan aspek penting yang harus diperhatikan. Selama ini, Divisi Kehumasan sudah berkomitmen mengedukasi masyarakat agar tanggap merespon isu terkini yang berkembang agar mereka dapat mengantisipasinya.
Polri juga telah menyadari bahwa masyarakat tidak saja harus diberikan informasi yang luas dan detail, tapi dihimbau untuk apat memahami aspek-aspek lainnya. Pemahaman masyarakat yang komprehensif akan memudahkan upaya mengurangi beban tugas berat Polri dalam menangani persoalan-persoalannya.
Biro Penmas selama ini sudah terlihat aktif menyediakan berbagai informasi penting, detail dan berharga mengenai topik yang bervariasi. Hal ini terlihat dari munculnya konten-konten di media sosial mereka, apakah di Facebook, Twitter ataupun Instagram.
Konten-konten dalam laman-laman itu mengajak melakukan upaya-upaya persuasif, termasuk menghimbau agar masyarakat luas bersedia melaporkan kasus-kasus atau persoalan yang selama ini meresahkan masyarakat. Yang penting adanya himbauan pula agar bila mereka merasa mengetahui suatu informasi, penting mengontak pihak kepolisian. Semakin cepat suatu permasalahan diketahui, akan semakin cepat pula permasalahan diselesaikan. Pihak Polri berpendapat edukasi dan sosialisasi dapat menghindari jatuhnya korban-korban baru pada kasus-kasus tertentu. Namun seperti halnya tugas aparat kepolisian di tempat lain di dunia, jajaran kepolisian bidang kehumasan di Indonesia juga selalu dituntut mampu meningkatkan profesionalitasnya untuk mengimbangi beban berat yang dihadapi. Mereka bahkan kalau perlu bekerja selama 24 jam demi mengikuti perkembangan-perkembangan terkini sekaligus bersinerji dan berkoordinasi dengan pihak-pihak lain untuk informasi yang perlu diakses cepat dan dihadirkan langsung kepada publik.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengakui bahwa beban kerja yang berat di divisinya seringkali membuat kewalahan. Aparat tidak saja dituntut memiliki komitmen untuk senantiasa siap mendengarkan semua keluhan atau laporan masyarakat namun perlu pula untuk cepat bertindak melakukan peran aktif demi pengungkapan masalah-masalah dengan kecepatan yang terukur. Berbagai keluhan dan kritik yang dialamatkan kepada divisi Humas kepolisian sudah merupakan resiko yang mereka hadapi. Keluhan masyarakat terhadap aparat kepolisian berhubungan dengan respon atas ketidaksiapan mereka untuk menyamai pacuan kecepatan informasi sumber lain.
Menurut sosiolog Gregorius Ragil, terutama pada masyarakat di era digitalisasi, makin banyak orang yang bersikap kritis dan tidak mudah diyakinkan dengan informasi apapun yang disodorkan kepada mereka. Khusus menyangkut kinerja kepolisian, banyak pihak yang mampu mencium ketidakadilan. Maraknya media sosial telah berperan membentuk kolaborasi antara pihak-pihak yang mencari keadilan, termasuk dengan influencer, mahasiswa, aktivis maupun akademisi.
Penguatan kemitraan masyarakat
Menyelenggarakan fungsi kemitraan dan penerangan masyarakat dalam mendukung pelaksanaan penyampaian informasi baik internal polri maupun masyarakat umum bukanlah pekerjaan yang mudah. Seperti telah diungkapkan oleh Brigjen Polsi Rusdi Hartono ‘sadar atau tidak sadar, dunia sekarang sudah diletakkan pada segi informasi. Orang masa kini sudah berinteraksi menggunakan informasi sebagai realita. Karenanya peran media menjadi sangat vital.
Jajaran kepolisian jelas dituntut mengerti bahwa sekarang begitu banyak informasi yang bersliweran di masyarakat, terutama yang menyangkut soal-soal penegakan hukum. Masyarakat mengharapkan respon cepat pihak kepolisian dalam bertindak dan mereka berlaku sebagai penyampai informasi yang bisa dipercaya.
Perkembangan zaman baru akan selalu menuntut Polri mampu menempatkan jajarannya berfikir kreatif dan yang mengimbangi situasi di luarannya. Selain kemampuan pengelolaan atas media sosial di lingkungan sendiri, Div Humas Polri mereka harus dapat mencari cara-cara kreatif dan inovatif bagaimana meningkatkan kemitraan agar sesuai dengan standar yang selama ini digembar-gemborkan. Mereka perlu menunjukkan keberhasilan-keberhasilan kemitraan yang di-klaimnya itu kepada masyarakat.
Mengingat makin beragamnya kepentingan di balik bisnis media pada era digital ini, kemitraan Polri dengan masyarakat pertama haruslah diperluas. Ia tidak hanya diwakili oleh media mainstream saja seperti selama ini, tapi juga harus memasukkan media lain seperti media independen, para influencer maupun aktor-aktor yang juga mewakili suara-suara dalam masyarakat. Proses dialog yang lebih terbuka, dilakukan secara transparan dan menjunjung dimensi akuntabilitas harus juga menjadi standar dan pendekatan yang diambil. Pendeknya, jajaran Polri di lingkungan Div Humas dan utamanya Biro Penmas tidak saja perlu menjadikan media massa menjadi mitra mereka namun juga harus menjadi pemain yang juga ikut menentukan narasi yang berkembang sehingga informasi dapat terkontrol dan terjaga akurasinya.
Solusi Penguatan Lainnya
Dengan tantangan era digitalisasi yang makin meluas, Div Humas Polri dituntut berani dan mampu mengubah paradigma berkomunikasinya seperti yang ditunjukkan selama ini. Diperlukan suatu Divisi besar yang berkualitas, dapat dipercaya, sesuai fakta, akurat, cepat dan diterima dengan baik.
Mereka tidak saja harus memiliki kemampuan yang cukup untuk mendeteksi berbagai berita palsu namun juga untuk mengatasi masalah bias informasi dan persoalan-persoalan lain yang berpotensi munculnya gangguan keamanan dan ketertiban di masyarakat.
Di negara-negara lain yang sudah maju, jajaran kepolisian selalu merasa harus berlari lebih kencang agar bisa mengatasi persoalan-persoalan mereka. Bayangkan dengan tantangan yang dihadapi di tanah air, di mana masyarakatnya tampak lebih kompleks, banyak layer dan perbedaan-perbedaan yang plural.
Mungkin perlu dipikirkan mengadopsi upaya pihak kehumasan kepolisian di banyak negara yang mulai menginvestasikan dana dan tenaga bagi pengembangan teknologi di lingkungan mereka sendiri sebagai jawaban penguatan pengembangan sistem pengelolaan informasi kemasyarakatan yang dapat diandalkan.
Survei dan penilaian 100 hari kinerja Polri yang baru lalu menunjukkan adanya daya ungkit, yakni kemampuan memperbaiki tugas-tugas kepolisian di bidang profesional dan pembinaan. Menanggapi masih banyaknya sorotan yang dialamatkan kepada lembaganya, Kepala Biro Penmas Humas Polri Brigjen Polsi Rusdi Hartono mengakui memang masih banyak program yang menjadi pekerjaan rumah baginya. Pada akhirnya yang dicita-citakan oleh semua adalah Polri yang semakin efisien, transparan dan tinggi daya akuntabilitas sesuai dengan pola Polri di era Police 4.0.
Bila tingkat kepuasan masyarakat berhubungan dengan Polri lewat Biro Penmas, dapat diukur, maka upaya meningkatkan peran dan eksistensi biro ini di mata publik di masa depan dapat diprediksikan . Pihak Polri perlumengukur seberapa jauh dukungan dan legitimasi kehadiran mereka di masyarakat dan apakah sudah memenuhi syarat mengutamakan kepekaan dan transparansi.
Banyak pihak yang mengharapkan Biro Penmas dan Divisi Humas Polri dapat selalu meningkatkan kinerja dan memenuhi fungsinya . erbagai pelatihan untuk kemahiran kehumasan tentu diperlukan tidak saja dalam lingkungan Mabes Polri tapi juga di Polda-Polda daerah yang menjadi tim terdepan dalam penanganan tugas Penmas yang lebih spesifik di lapangan. (Isk – dari berbagai sumber)
Baca juga : Kekerasan Polisi dan Pencegahannya Dalam Perspektif Sejarah