Penyidik KPK dari Polri AKP SR diduga memeras Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan KPK berada di ambang batas kepercayaan publik.
“KPK berada pada ambang batas kepercayaan publik. Praktis setiap waktu pemberitaan lembaga anti rasuah itu selalu diwarnai dengan problematika di internalnya sendiri,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, kepada wartawan, Rabu (21/4/2021).
“Mulai dari pencurian barang bukti, gagal menggeledah, enggan meringkus buronan Harun Masiku, hilangnya nama politisi dalam surat dakwaan sampai terakhir adanya dugaan pemerasan kepada kepala daerah,” imbuhnya.
ICW menilai pengelolaan internal KPK sudah bobrok akibat regulasi terbaru. Pasalnya, akhir-akhir ini lembaga antirasuah itu malah diwarnai masalah internal.
“Selain karena rusaknya regulasi baru KPK, isu ini juga mesti diarahkan pada kebobrokan pengelolaan internal kelembagaan oleh para komisioner. Sepanjang hari ini, 21 April 2021, KPK diwarnai dengan isu dugaan pemerasan yang dilakukan oleh penyidik asal Polri kepada Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara,” kata Kurnia.
Dia meminta penyidik itu ditindak tegas. Dia mengatakan seharusnya penyidik tersebut bisa dibui seumur hidup.
“Jika dugaan pemerasan itu benar, maka penyidik asal Polri itu mesti dijerat dengan dua Pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni kombinasi Pasal 12 huruf e tentang tindak pidana pemerasan dan Pasal 21 terkait menghalang-halangi proses hukum. Tentu ketika dua kombinasi pasal itu disematkan kepada pelaku, ICW berharap Penyidik asal Polri yang melakukan kejahatan itu dihukum maksimal seumur hidup,” katanya.
Kurnia menyebut kinerja KPK di bawah Firli Bahuri makin negatif. Dia menyebut kepercayaan publik terus-menerus menurun.
“Sulit untuk dipungkiri, sejak Firli Bahuri dilantik sebagai Ketua KPK, praktis anggapan publik atas kinerja KPK selalu bernada negatif. Terbukti, dalam catatan ICW, sepanjang tahun 2020 setidaknya ada enam lembaga survei yang mengonfirmasi hal tersebut,” ujarnya.
“Tentu ini menjadi hal baru, sebab, sebelumnya KPK selalu mendapatkan kepercayaan publik yang relatif tinggi. Lagi-lagi, kekeliruan dalam kepemimpinan KPK ini akibat buah atas kekeliruan Presiden kala menyeleksi komisioner pada tahun 2019 lalu,” tambahnya.