Pandeglang – Seorang siswi SMK di pelosok Pandeglang Siti Nuraida harus tinggal sendirian di rumah reot yang hampir ambruk. Meskipun hidup dengan segala keterbatasa, gadis berusia 16 tahun itu memiliki cita-cita tinggi hingga ingin menjadi seorang polisi wanita atau polwan untuk bisa mengangkat derajat keluarganya.
“Pengennya mah jadi polwan, kak. Gagah soalnya, dari kecil punya cita-cita pengen jadi polisi,” kata Aida sapaan akrab Siti Nuraida saat berbincang dengan detikcom di rumahnya, Pandeglang, Banten, Senin (5/4/2021).
Aida mengaku terobsesi menjadi seorang polisi setelah beberapa kali menyaksikan sosok Korps Bhayangkara tersebut melalui tayang di kanal youtube. Di matanya, sosok polisi merupakan profesi yang memiliki dedikasi tinggi kepada negara dan bisa diandalkan oleh masyarakat.
“Bisa dihargain gitu kak sama masyarakat, terus pengen ngangkat derajat keluarga juga kalau bisa jadi polisi. Jadi, nanti kalau ada apa-apa ke Aida aja enggak usah repot-repot kalau ada urusan apapun,” ujarnya.
Keinginan Aida untuk menjadi seorang polisi terus dia persiapkan. Saat ini, gadis berusia 16 tahun itu aktif di berbagai kegiatan sekolah mulai dari Pramuka hingga Palang Merah Remaja.
Meski hidup serba terbatas, Aida mengaku tidak pernah menunjukan rasa minder saat bergaul dengan teman seusianya. Bahkan, Aida beberapa kali pernah mengajak teman ke rumahnya yang sudah reot untuk mengerjakan tugas sekolah bersama.
“Insya Allah enggak minder kak, saya percaya kalau kita sekarang tulus pasti nanti semua cita-cita akan terkabul. Tinggal berjuang aja sekuat tenaga, mudah-mudahan dikasih jalannya sama Allah,” ungkapnya.
Sebelumnya, seorang siswi SMK di pelosok Pandeglang harus tinggal sendirian di rumah reot yang hampir ambruk. Dia memilih untuk menetap di sana lantaran bangunan itu merupakan satu-satunya rumah peninggalan keluarga.
Kisahnya bermula saat Aida masih berusia 2 tahun. Saat itu, ibunya meninggal dunia setelah berjuang melawan penyakit yang dideritanya. Tak lama setelah kepergian sang ibu, ayah Aida memilih untuk menikah lagi dengan perempuan lain dan meninggalkan Aida beserta kakak perempuannya di rumah tersebut.
Aida pun melewati masa kecilnya hanya berbekal pengawasan dan pemberian kasih sayang dari kakak perempuannya. Sesekali, sanak keluarga yang bertetanggaan dengan rumah Aida juga ikut memantau tumbuh kembang gadis tersebut.
Beranjak remaja, tepatnya saat Aida sudah masuk SMP, kakaknya memutuskan menikah dan ikut tinggal di rumah suaminya. Sejak itulah, Aida harus berjuang hidup sendirian di rumah reot tersebut sembari menimba ilmu di sekolah.
Rumah Aida yang sudah reot pun hanya berukuran 6X8 meter. Bangunan berbahan kayu dan bambu itu memiliki 5 ruangan yang terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, ruang keluarga dan dapur.
Kondisinya juga begitu memprihatinkan. Rumah yang berdiri puluhan tahun itu sudah hampir ambruk lantaran condong ke arah depan. Bahkan, gentengnya banyak yang bocor akibat jarang diperbaiki.
Meski tinggal sendiri, Aida tak pernah mengeluh. Ia mengaku bersyukur masih dikelilingi oleh sanak keluarga yang tetap memberikan kasih sayang sejak kecil kepadanya. Bahkan untuk kebutuhan sehari-hari, keluarganya tidak pernah segan membukakan pintu rumah untuk gadis berusia 16 tahun tersebut.
Di usianya yang masih belia, tanggung jawab Aida makin tambah berat sejak awal tahun 2021. Kakak perempuannya bercerai lalu memutuskan untuk merantau ke Jakarta mencari pekerjaan. Karena urusan kerja, sang kakak lantas menitipkan anaknya yang masih berusia 8 tahun kepada Aida.
Aida pun hanya dibekali uang kiriman sebesar Rp 800 ribu per bulan dari kakaknya. Uang itu, harus diatur oleh Aida supaya mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari beserta uang jajan untuk keponakannya.
Baca juga : Kapolri Bersyukur Puncak Perayaan Paskah Berlangsung Lancar dan Aman
(mso/mso)